Suara Karya

Pembelajaran Antikorupsi di Pendidikan Tinggi Masuk MKDU

JAKARTA (Suara Karya): Pendidikan antikorupsi di jenjang pendidikan tinggi akan masuk dalam mata kuliah dasar umum (MKDU). Karena pembentukan Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) di kampus tak cukup untuk memberi pemahaman kepada mahasiswa tentang bahaya korupsi.

Hal itu disampaikan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir usai penandatanganan komitmen bersama memerangi korupsi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan sejumlah kementerian dan lembaga negara, di Jakarta, Selasa (11/12/2018).

Ikut menandatangani komitmen bersama yaitu Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin.

Melalui komitmen itu, pendidikan antikorupsi akan diterapkan mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Termasuk lembaga pendidikan bidang keagamaan. Diharapkan, proses yang melibatkan seluruh sisi pendidikan akan memberi hasil yang optimal.

Menristekdikti menambahkan, upaya yang dilakukan sebagai bagian dari kampanye antikorupsi antara lain pendampingan dalam pengelolaan keuangan negara. Selain menyusun e-budgeting untuk menghindari pertemuan antar pengguna yang berpotensi menimbulkan masalah.

“Untuk PTN, kami kembangkan satu sistem pelaporan keuangan yang selalu terintegrasi dalam sistem evaluasi dan monitoring. Sistem ini sudah terbangun dengan baik,” ujarnya.

Ditambahkan, pendidikan antikorupsi tak hanya menyangkut siswanya, tetapi juga dosen, pegawai dan komponen lainnya dalam kampus. Keseluruhan tata kelola perguruan tinggi harus mengedepankan pencegahan korupsi.

“Pembelajaran antikorupsi telah dilakukan beberapa perguruan tinggi. Misalkan Institut Teknologi Bandung (ITB). Mereka sudah punya kebijakan soal antikorupsi, juga sudah terbentuk komunitas dosen. Jika ada mahasiswa ketahuan menyontek, mereka dikenakan sanksi berupa skorsing selama 1 semester,” tuturnya.

Di Bina Nusantara, lanjut Nasir, jika ada alumninya ketahuan korupsi maka kampus akan menarik kembali ijazahnya. Hal itu diharapkan bisa menjadi pembelajaran bagi alumni lain untuk tidak melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut.

“Semoga nantinya kita punya peta jalan (roadmap) tentang revolusi mental yang sesungguhnya dimulai dari dunia pendidikan,” kata Agus Rahardjo.

Nasir mengemukakan, pihaknya juga telah menggelar pelatihan bagi ribuan dosen dari berbagai bidang ilmu yang tersebar di seluruh Indonesia, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta. Pelatihan diberikan dalam bentuk training of trainer (TOT).

“Pelatihan itu untuk memantapkan kembali nilai-nilai integritas dan antikorupsi di kalangan dosen. Hal itu diharapkan berimbas ke mahasiswanya,” ucap Nasir.

Upaya lainnya adalah memanfaatkan teknologi informasi dalam setiap proses yang berhubungan dengan Kemristekdikti. Misalkan, pendaftaran proposal pengusulan pembukaan perguruan tinggi serta program studi baru.

“Pengusulan proposal baik penelitian maupun pengabdian di lingkungan Kemenristekdikti hampir semuanya dilakukan secara online,” katanya.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyambut baik rencana Kemristekdikti yang akan memasukan pembelajaran antikorupsi ke dalam kurikulum di pendidikan tinggi. “Diperlukan kebijakan terkait insersi pendidikan antikorupsi pada kurikulum pendidikan di Indonesia,” ujarnya. (Tri Wahyuni)

Related posts