Suara Karya

Putusan Dinilai Janggal, Tim Kuasa Hukum Sarankan Edward Soeryadjaya Ajukan Banding

Yusril Ihza Mahendra, anggota Tim Kuasa Hukum Edward Soeyadjaya

JAKARTA (Suara Karya): Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, telah menjatuhkan vonis selama 12 tahun 6 bulan penjara kepada pengusaha Edward Soeryadjaya, Kamis (10/1/2019). Namun Tim Kuasa Hukum Edward mengatakan, putusan tersebut dinilai penuh kejanggalan dan ketidak-adilan.

Pasalnya, fakta persidangan yang dibacakan Majelis Hakim, bukan berasal dari keterangan saksi, pendapat ahli, dan keterangan terdakwa yang disampaikan di persidangan, tetapi isinya adalah sama dengan apa yang tercantum di dalam surat dakwaan dan laporan hasil penyelidikan BPK.

“Misalnya, terdapat pertentangan mengenai jumlah kerugian negara, yakni ada 2 kerugian negara yang disebutkan saat membaca putusan, yaitu senilai 599 miliar dan 518 miliar,” ujar salah seorang Tim Kuasa Hukum Edward Soeryadjaya, Yusril Ihza Hamendra, dalam keterangan tertulisnya, kepada wartawa, Jumat (11/1/2019).

Kejanggalan lain, kata Yusril, terkait pengertian keuangan negara yang dipertimbangkan oleh Hakim adalah berdasarkan UU BUMN. Sedangkan Dana Pensiun Pertamina bukan merupakan BUMN serta tidak tunduk kepada UU BUMN.

“Dapen (dana pensiun) Pertamina tunduk kepada UU Dana Pensiun, dimana kekayaan dana pensiun adalah berasal dari iuran peserta dana pensiun,” ujar Yusril menambahkan.

Selain itu, kata dia, Hakim secara tegas menyatakan Helmi Kamal Lubis sebagai pelaku utama dan Edward Seky Soeryadjaya sebagai pelaku peserta. Menurut Yusril, Hakim juga menyatakan tidak sependapat dengan tuntutan jaksa dan mempertimbangkan mencegah disparitas pidana.

“Atas dasar ini, mengatakan justru Hakim berpendapat bahwa Edward sebagai pelaku peserta dihukum 12 tahun. Ini aneh sekali, karena pelaku utama sudah diputus hanya 7 tahun. Bagaimana logika hukumnya pelaku peserta lebih tinggi pidananya dibanding pelaku utama,” ujarnya

Dalam putusan tersebut, Hakim mengatakan terbukti uang yang diteruskan oleh Bety kepada Edward selaku pelaku peserta sebanyak Rp25 miliar. Karena itu Edward dihukum 12 tahun. “Tapi pelaku utama menerima Rp46 miliar Cuma dihukum 7 tahun. Dimana logika hukumnya yang menerima lebih kecil dengan peran yang bobotnya lebih kecil dihukum lebih tinggi,” katanya menambahkan.

Kejanggalan lain, ujar Yustril, adanya ‘dissenting opinion’ oleh salah satu hakim anggota, yang mana mempertimbangkan dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai praperadilan dan adanya putusan praperadilan Jakarta Selatan pada 23 April 2018.

Karena jauh sebelum dibukanya sidang pertama perkara tipikor ini, maka sudah seharusnya status terdakwa Edward Soeryadjaya menjadi hapus dan dakwaan harusnya dinyatakan gugur dan tidak dapat diterima,” ujarnya lebih lanjut.

Atas putusan yang dinilai Yusril tidak adil dan penuh kejanggalan itu, maka Tim Kuasa Hukum menyarankan kepada kliennya (Edward Soeryadjaya) untuk mengajukan banding. (Gan)

Related posts