25 Persen Menganggur, Pemerintah Harus Beri Perhatian ke Pemuda!

0

JAKARTA (Suara Karya): Pemuda usia 16-30 tahun di Indonesia saat ini banyak yang menganggur, tidak sekolah dan tidak mendapat pelatihan. Jumlahnya sudah mencapai angka 25 persen.

“Jika dibiarkan, kondisi itu akan merusak bonus demografi. Karena meski jumlahnya banyak, para pemuda ini tidak produktif,” kata Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Wendy Hartanto dalam diskusi di kampus Universitas Yarsi, Jakarta, belum lama ini.

Acara yang diselenggarakan Observasi Kesehatan Infonesia (Obkesindo) itu mengambil tema ‘Antisipasi Capaian Outcome pada Bonus Demografi’.

Tema bonus demografi memang selalu menarik untuk dibahas. Karena bonus tersebut, di satu sisi bisa menjadi berkah, namun di sisi lain bisa menjadi malapetaka.

Wendy menjelaskan, fakta soal 25 persen pemuda tengah menganggur, tidak sekolah dan tidak sedang dalam pelatihan merupakan hasil telaah terhadap proyeksi penduduk setiap sensus untuk 30-40 tahun ke depan.

“Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat bonus demografi, karena penduduk usia produktifnya lebih banyak. Namun, kondisi itu bisa menjadi malapetaka, karena para pemuda itu ternyata tidak seproduktif yang dibayangkan,” ujarnya.

Untuk itu, lanjut Wendy, penting bagi pemerintah untuk membuat program pemberdayaan untuk pemuda yang saat ini sedang menganggur, tidak sekolah dan tidak dalam pelatihan.

“Program itu penting agar mereka tidak menjadi beban bagi keluarga dan pemerintah saat masuk usia lansia,” ujarnya.

Fenomena lainya, disebut Wendy, Indonesia diperkirakan akan kekurangan populasi. Karena ada kecenderungan generasi saat ini memiliki dua anak, bahkan tak sedikit yang memilih untuk tetap lajang hingga tua.

“Menurun penduduk usia produktif, sementara jumlah lansia semakin banyak akan menjadi beban pemerintah. Hal ini harus mendapat perhatian pemerintah agar tidak menjadi malapetaka bagi Indonesia dalam 30-40 tahun kedepan,” ucap Wendy menandaskan.

Hal senada dikemukalan Rektor Universitas Yarsi, Fasli Jalal. Pemerintah harus memberi perhatian kepada 25 pemuda yang menanggur tersebut. Intervensi program perlu diberikan agar mereka tidak menjadi beban.

Apalagi, lanjut Fasli, jika pemuda harapan bangsa itu sedang didera penyakit yang menganggu produktivitasnya. “Pembenahan harus dilakukan dari hulu, yaitu para bayi. Pastikan mereka sehat dan mendapat gizi untuk tumbuh kembangnya,” ucapnya.

Upaya penanganan stunting oleh pemerintah saat ini, menurut mantan Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) itu dinilai tepat. Program tersebut diharapkan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia menjadi lebih baik.

Penanganan stunting, disebutkan, dimulai dari seribu hari pertama. Sejak remaja, calon pengantin dipersiapkan, mulai dari persiapan hamil sampai melahirkan dan itu periode yang harus diamankan.

“Intervensinya jelas, misalkan ibu hamil harus minum tablet zat besi agar tidak kekurangan zat besi. Konsumsi makanan bergizi agar bayi lahir dengan berat badan (BB) yang sesuai.

“Sebanyak 1-15 bayi mengalami BB rendah dan kalau tidak diatasi segera akan menjadi stunting,” ucap Fasli.

Ditanya apakah Indonesia akan menikmati bonus demografi, menurut Fasli, hal itu tergantung pada diri kita sendiri. Apakah bisa memanfaatkan atau tidak.

“Intervensi perlu dilakukan segera mulai dari kesehatan, pendidikan, keterampilan, pelatihan, transisi dari sekolah ke dunia kerja. Program semacam ini harus ditangani serius, tidak bisa sambil lalu,” kata Fasli menegaskan. (Tri Wahyuni)