JAKARTA (Suara Karya): BPJS Kesehatan membuka kelas konsultasi penerapan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 dan regulasi turunannya. Upaya itu dilakukan untuk memastikan kebijakan dapat dijalankan secara optimal.
Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan, Andayani Budi Lestari mengemukakan hal itu dalam acara yang digelar di Malang, Jawa Timur pada Kamis (28/1/2021).
Andayani dalam siaran pers-nya menyebutkan, kelas konsultasi digelar bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial.dan pemerintah daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota se-Indonesia.
“Kami juga melakukan evaluasi perkembangan pelaksanaan Perpres tersebut di lapangan. Khususnya terkait penganggaran, pendaftaran dan ketepatan pembayaran iuran JKN-KIS. Apalagi, ada beberapa kebijakan soal penyesuaian iuran yang harus dikupas bersama agar tak terjadi salah persepsi,” ujarnya.
Andayani kembali menjelaskan beberapa poin penting berkaitan iuran peserta JKN-KIS segmen Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI-JK), Pekerja Penerima Upah (PPU) serta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja yang didaftarkan Pemerintah Daerah pada 2021.
Pertama, iuran PBI JK sebesar Rp42 ribu yang dibayarkan Pemerintah Pusat. Untuk menjamin keberlangsungan dan kesehatan keuangan jaminan kesehatan, Pemerintah Daerah berkontribusi dalam membayar iuran sesuai kapasitas fiskal daerah.
Kedua, batas paling rendah gaji yang dipotong untuk iuran JKN-KIS bagi PPU, termasuk Kepala dan Perangkat Desa, serta Pegawai Pemerintah Non Penyelenggara Negara (PPNPN) adalah upah minimum di kabupaten/kota tersebut.
“Mulai tahun 2021, iuran bagi PBPU dan BP yang didaftarkan Pemerintah Daerah maupun PBPU dan BP kelas III mandiri, diperoleh dari bantuan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jumlahnya sudah ditentukan,” ucap Andayani.
Andayani menyebut hingga Januari 2021, ada sekitar 590 ribu peserta JKN-KIS yang berasal dari Kepala Desa dan Perangkat Desa, termasuk anggota keluarganya. Peserta tersebut tersebar di 164 kabupaten/kota dan 25.557 desa. Selain itu, masih ada sekitar 481 ribu peserta dari segmen PPNPN APBN dan 1,8 juta peserta dari segmen PPNPN APBD.
Andayani juga mengungkapkan perkembangan cakupan kepesertaan PBPU dan BP yang didaftarkan Pemda. Ada 34,8 juta pesertadari 493 kabupaten/kota yang telah mengintegrasikan Jamkesda-nya ke JKN-KIS.
“Angka ini diharapkan bisa bertambah dalam waktu yang tak tertalu lama. Apalagi sudah ada petunjuk teknis dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan, hal itu akan mempermudah Pemerintah Daerah dalam implementasikan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 di daerahnya masing-masing,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Asuransi Sosial Sosial Kemenko PMK, La Ode Muhamad Talib menegaskan, Program JKN-KIS butuh partisipasi dan dukungan dari semua pihak. Karena RPJMN menargetkan capaian cakupan peserta jaminan kesehatan minimal 98 persen dari penduduk Indonesia pada 2024.
“Mulai saat ini harus dipastikan kepesertaan JKN-KIS sesuai segmen masing-masing,” tuturnya.
Karena itu, Andayani mepminta kerja sama dari kementerian lembaga, termasuk Pemerintah Daerah untuk menyelaraskan pemahaman implementasi Perpres Nomor 64 Tahun 2020 demi kelancaran misi bersama. (Tri Wahyuni)