Agung Laksono Ajak Kader Golkar Hilangkan Rasa Pesimis dan Kekhawatiran

0

JAKARTA (Suara Karya): Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar, Agung Laksono, mengakui saat ini Partai Golkar tengah mengalami kelemahan dari segi institusi. Hal itu terjadi, akibat kencangnya benturan dan tekanan politik yang akhir-akhir ini terjadi. Terlebih lagi, adanya sejumlah kader Golkar yang tersangkut hukum serta yang berpindah partai.

Kondisi demikian, menurut Agung, telah menimbulkan rasa pesimis dan kekhawatiran dari sebagian kader Golkar. Namun demikian, Ketua Umum Pimpinan Pusat Kolektif (PPK) Kosgoro 1957 ini, merasa pesimis bahwa Golkar akan bangkit dan memenangkan pada Pemilu 2019.

“Kita memang sedang lemah dari segi institusi. Tapi saya percaya, kita masih kuat di kader-kadernya. Ini tidak dimiliki partai lain, karena kita basisnya adalah nasionalisme, kebangsaan,” ujar Agung, dalam acara ‘Kopi Darat (Kopdar) Praja Muda Beringin (PMB)’ bertajuk; Seberapa Gregetkah Caleg Muda Golkar?, di Gedung Kosgoro 1957, Jln Hang Lekiu I Nomor 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (21/10/2018).

Oleh Karena itu, Agung juga mengajak kader-kader muda partai untuk terus menunjukan prestasi, dedikasi, loyalitas dan tidak tercela (PDLT) dalam upaya membesarkan diri melalui dunia politik, terutama dalam menghadapi Pemilu 2019 ini.

“Saya apresiasi gagasan yang dilakukan PMB dalam pertemuan ini, terutama menjelang pelaksanaan pemilu serentak 2019 yang tinggal beberapa bulan lagi. Pertemuan kali ini seharusnya diekspos lebih besar lagi, sekaligus bisa menghapus rasa pesimisme, kekhawatiran karena kader-kadernya, tokoh-tokohnya ada yang terpaksa harus meringkuk di penjara. Belum lagi terhitung yang pindah partai begitu saja,” ujar Agung menambahkan.

Agung mengibaratkan, ‘Mati Satu Tumbuh Seribu. Mati Seribu Tumbuh Sejuta’. “Dan pada siang hari ini membuktikan bahwa kader-kader muda Partai Golkar siap untuk menggantikan dan mengambil kedudukan di masa yang akan datang,” ujarnya lebih lanjut.

Dia juga mengapresiasi pada PMB yang menggelar acara tersebut. Agung mengatakan, sejak semula dirinya selalu mengingatkan bahwa PMB tidak perlu menjadi sebuah organisasi, apalagi organisasi politik.

“Karena kalau sudah ke sana, pasti mengarah pada kekuasaan. Karenanya, PMB lebih pada gerakan moral, dan justru di dalamnya menampung semua organisasi yang ada, ada dari soksi, ada dari MKGR, ada dari Kosgoro, dari AMPG dan lainnya,” ujar Agung.

Terkait perkembangan teknologi informasi dan media sosial yang digunakan dalam meraih kesuksesan dalam Pemilu 2019, Agung mengatakan bahwa kampanye melalui konten digital dan media sosial lainnya, merupakan salah satu cara yang luar biasa dan sudah dibuktikan saat ini.

“Cara demikian, juga menjadi kiat untuk meninggalkan secara berangsur-angsur kebiasaan yang tidak baik, yakni ‘money politics’. Kalau pun begitu, kita akui bahwa hal itu memang tidak mudah dilakukan. Karena di era demokrasi pemilihan langsung seperti ini, banyak pendapat-pendapat. Salah satu pendapat mengatakan, bahwa sesungguhnya jikalau income perkapita di bawah standar, maka ‘money politics’ sulit dihilangkan, tapi kalau pendapatan perkapita masyarakat kita di atas rata-rata, maka masyarakat tidak mau lagi dibayar dengan uang 100 ribu misalnya. Masyarakat akan lebih suka dibayar dengan jaminan kemananan, kesehatan dan lainnya,” kata Agung.

Oleh karena itu, saya apresiasi upaya-upaya para kader muga golkar untuk menghilangkan money politics, tapi melalui program apa yang menjadi kebutuhan masyarakat di daerah pemilihannya masing-masing.

“Generasi penerus harus meninggalkan cara-cara lama, meninggalkan ‘money politics’. Namun bagaimana pun harus sebanyak mungkin bertemu dengan masyarakat. Tidak mungkin menjadi anggota DPRD ataupun DPR, kalau kita diam saja di rumah. Tidak mungkin masyarakat mendatangi kita, tapi kita harus mendatangi mereka. Dengan kita menemui mereka, maka kita akan mengetahui apa yang menjadi kebutuhan mereka,” katanya. (Gan)