
JAKARTA (Suara Karya): Penanganan kasus-kasus korupsi tak boleh berhenti meskipun saat ini pemerintah masih fokus menangani pandemi Covid-19. Undang Undang KPK yang telah disahkan-pun harus tetap berjalan, meski belum ditandatangani Presiden Joko Widodo. Dan seharusnya UU tersebut berlaku karena sudah keputusan antara Pemerintah dan DPR.
Demikian disampaikan Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Krisna Dwipayana, Dr. Drs. Raden Haji Muktar Herman Putra, SH, MH, Minggu (5/7/20).
Menurut Raden Haji Muktar, pemberantasan korupsi harus tetap dilakukan oleh semua penegak hukum termasuk KPK. Undang Undang yang telah disyahkan DPR harus tetap diberlakukan agar masyarakat bisa memperoleh kepastian hukum yang berlaku saat ini.
Selain itu, lanjutnya selama pandemi Covid-19 berbagai langkah terus dilakukan KPK dalam memberantas korupsi. “Hal itu layak diberikan apresiasi,” kata Raden Haji Muktar.
Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Agung yang juga pakar hukum Bagir Manan menilai aneh jika Presiden Joko Widodo belum menandatangani pengesahan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau UU KPK hasil revisi karena hal itu sudah merupakan hasil putusan DPR padahal secara hukum memang Undang Undang akan otomatis diundangkan setelah 30 hari meskipun tanpa tanda tangan presiden. Aturan ini juga tertuang dalam ketentuan peralihan UU KPK yang baru.
Rencananya, Univesitas Krisna Dwipayana pada Senin (6/7) besok akan melaksanakan Webinar dengan tema mengkritisi Undang Undang tanpa tanda tangan Presiden.
Acara webinar tersebut rencanannaya akan dihadiri beberapa tokoh seperti mantan Ketua Mahkamah Agung Prof Dr Bagir Manan SH , Mantan Ketua MK Prof. Jimly Asshiddiqie, mantan Hakim Agung Prof Gayus Lumbun SH MH, Ketua Program Pasca Sarjana Universitas Krisna Dwipayana Dr Firman Wijaya dan beberapa tokoh lainnya. (Pramuji)