Oleh: Isdiyono, Ketua PPK Kosgoro 1957
Iklim politik menjelang pemilihan umum (Pemilu) serentak 2019 sudah menyelimuti segenap lapisan masyarakat Indonesia di manapun mereka berada. Hampir setiap waktu dan tempat, mulai ramai dibicarakan secara terbuka dengan pola pikir, aspirasi dan gaya mereka masingh-masing.
Pada umumnya, mereka menyambut baik pesta demokrasi akbar tersebut, bahkan memang mendambakannya. Sebagian masyarakat, terdapat keinginan agar 2019 tetap menghendaki pimpinan negara yang lama (Jokowi) sedangkan di pihak lain menginginkan pemimpin baru atau dengan bahasa yang lugas, mereka meneriakkan ganti presiden.
Dengan berbagai argumentasi, cara dan gaya, aspirasi mereka lakukan untuk menyosialisasikannya bahkan dengan pengerahan massa. Itulah suasana terkini yang kita jumpai di alam demokrasi, dan yang tak bisa dilarang dan dihindarkan. Salahkan mereka?
Mereka tidak melanggar hukum, justru melaksanakan konstitusi yang nyata dan telah diamanatkan oleh bangsa. Tanpa mereka (rakyat) suatu bangsa tidak ada artinya, sehingga keinginan politiknya harus disampaikan dengan jujur tanpa diselimuti oleh rasa takut dan was-was.
Namun, masyarakat juga wajib mengikuti koridor hukum yang berlaku. Dengan demikian kita dapat memahami dengan sungguh-sungguh aspirasinya untuk berperanserta dalam berbangsa dan bernegara, kerena itu merupakan cerminan utuh dari bangsa kita yang merdeka dan berdaulat.
Khusus bagi Kosgoro 1957, yang dalam konstitusi Partai Golkar dikatagorikan sebagai organisasi pendiri, bersama Soksi dan MKGR. Atas dasar itu, maka kewajiban Kosgoro 1957 yang tegas dan jelas, yang tidak bisa ditawar-tawar, diantaranya menyukseskan program politik Golkar.
Instansi Munaslub Partai Golkar telah memutuskan bahwa Golkar memperjuangkan Jokowi untuk dicalonkan kembali menjadi presiden pada pilpres 2019 yang diharapkan berhasil. Inilah salah satu program partai yang harus sukses.
Ini juga merupakan tugas bagi para kader Kosgoro 1957 dimanapun berada. Sebagai kader Golkar dari unsur Kosgoro 1957 mempunyai kewajiban menyukseskan Jokowi dan pasangannya yang mampu memimpin dalam pilpres itu.
Diantara mereka, terpilih pula menjadi calon tetap legislatif (Caleg) baik tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang tentunya, jika ingin melenggang sebagai anggota dewan, mereka pasti akan bersosialisasi dengan konstituennya pada daerah pemilihannya masing-masing.
Pada kesempatan berharga itulah, para caleg wajib memanfaatkannya secara maksimal. Tentunya tidak sendirian dan harus bersama para politisi dari partai lainnya pada program yang sama tetapi pada dapil yang berbeda, untuk memberi dukungan kemenangan Jokowi.
Demikian pula yang wajib dilakukan oleh para petinggi partai atau ormas, terkait saat melangsungkan kunjungan untuk berjumpa dengan masyarakat.
Sampaikan fakta dan data nyata yang telah dikerjakan dan dicapai oleh Jokowi pada masa kepemimpinannya, yang kemudian harus dilanjutkan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Jika hal itu tidak diteruskan kepada rakyat, presiden berganti, maka pembangunan itu akan terhenti dan terpenggal- penggal yang kemudian pasti akan dimulai dengan program baru yang bisa jadi berbeda dengan program yang lalu.
Hal ini dapat terjadi, karena kita (bangsa Indonesia) sudah tidak memiliki GBHN (Garis Garis Besar Haluan Negara) yang dulu disusun oleh Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR) dan telah dicabut sebagian haknya saat era reformasi.
Kini MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara melainkan lembaga tinggi setingkat dengan institusi presiden, DPR danj lain-lain. Oleh karena itu maka presiden terpilih yang memimpin pemeritahannya dan berkewajiban membuat program sendiri untuk masa kerjanya dan yang didasari oleh visinya.
Hal itu akan terjadi (Jokowi tidak berhasil terpilih kembali) maka pembangunan di negara kita akan terpenggal-penggal dan besar kemungkinan bagaikan membuat jalan panjang yang terputus-putus dan tidak nyambung antara satu dengan jalan berikutnya) bahkan mandeg.
Atau, bahkan bisa terhenti sama sekali dan akan menjadi muspro. Atas dasar itu maka Presiden Jokowi dan pasangannya diupayakan harus berhasil tampil kembali untuk lima tahun mendatang.
Suatu bahan pemikiran untuk kita semua, termasuk para caleg sudah saatnya kita memikirkan untuk mengeksiskan kembali MPR yang tugas dan wewenang diantaranya untuk membuat GBHN, yang wajib dilaksanakan dan dipertanggung jawabkan oleh presiden pada era kepemimpinannya yang kemudian dipelitakan (Pembangunan Lima Tahun).
Kajilah hal ini dengan pikiran jernih dan obyektif. Produk – produk politik yang lama belum tentu pasti buruk, dan belum tentu pula hasil-hasil yang baru pasti bagus. Jika hal ini dapat direlisasi, arah pembangunan akan terpola dengan baik dan berkesinambungan serta terlihat hasilnya secara jelas.***