JAKRTA (Suara Karya): Menutup rangkaian Bulan Bahasa 2022, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menggelar bedah buku berjudul “Semiotika Dialektis” karya penulis, penterjemah, dan juga dosen UPI Bandung, Narudin, di Jakarta, Selasa (1/11/2022).
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof Aminudin Aziz, M.A., PhD dalam sambutan bedah buku ini mengatakan dirinya menyambut baik bahwa lembaga yang dipimpinnya kembali menggelar acara bdah buku ini sebagai puncak penutupan acara Bulan Bahasa, meski penyelenggaraannya bukan tanggal 28 Oktober melainkan 1 November, mengingat beberapa hal,namun tak mengurangi makna bedah buku ini.
Penulis buku Semiotik Dialektis yaitu Narudin, menurut Aminudin, selama ini sangat rajin menulis, baik puisi, esai, dan buku.
“Keajekan menulis ini penting dan tidak semu aorang dapat melakukannya. Jadi, saya apresiasi,” katanya.
Mengenai bedah buku ini, Aminudin mengatakan, ini menjadi ajang untuk mengulas dan memperdalam, bukan sebagai forum pengadilan terhadap karya seseorang. Nantinya kita serahkan pada masyarakat untuk membaca dan menilainya.
Sebelum acara bedah buku, Komunitas Sastra Komunitas Van Der Wijck menampilkan muskalisasi puisi yang cukup menghibur hadirin.
Menganalisis Tanda Lewat Kata
Dalam bedah buku, selain penulis, Narudin, juga tampil pembahas yaitu Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, DR.Tommy Christomy dan dosen dosen Universitas Negeri Jakarta, DR. Saifur Rohman.
Narudin mengatakan, buku karyanya, Semiotik Dialektis yang diterbitkan UPI Press, Bandung ini merupakan sumbangan pemikirannya bagi perkembangan teori yang dicetuskan oleh ilmuan kita. “Ke depan, kita tidak bergantung pada teori pemikira dari luar negeri saja,” katanya.
Lebih lanjut dikemukakan Narudin, sintesis semiotik terhadap pemikiran semiotikus dalam atau luar negeri ini tentu dapat dimanfaatkan untuk penelitian atau kritik sastra yang orisinal.
Menurut Narudin, Semiotika Dialektis atau Sintesemiotik merupakan sintesis terhadap pelbagai teori Semiotika sebelumnya. Dalam kajian ini dibagi 2, sintesis semiotik terhadap “trikotomi analisis semiotik” Morris, Zoest, Zaimar, dan Sumiyadi. Lalu sintesis semiotik terhadap Semiotika Roman Jakobson, Michael Riffaterre, Charles Sanders Peirce, dan Aart van Zoest yang memiliki kedekatan teoretis
Dosen FIB UI, Tommy menjelaskan, bahasa itu membentuk realitas, baik menyangkut struktur, sitem, sintagmatik, dan paradigmatik. Lalu katanya, pertanyaan para semiotik adalah,”Bagaimana proses signifikasi terjadi? Bagaimana realitas ditandai? Bagaimana makna dibangun melalui struktur dan sitem penandaan?” katanya.
Dalam banyak hal lanjut Tommy, Semiotika sangat dibutuhkan baik untuk merekonstruksi maupun dekonstruksi atas sejumlah kasus yang mendapat perhatian publik.
Pembahas lain, dosen Universitas Negeri Jakarta, DR. Saifur Rohman dalam paparan yang diberi judul “Kajian Epistemologi dan Sumbangannya dalam Ilmu-ilmu Humaniora” menyebutkan, buku karya Narudin ini hadir di tengah kelangkaan teori semiotik yang ringkas.“Buku ini memberikan kesempatan bagi pembaca untuk memahami satu persatu tokoh-tokoh semiotika,” katanya. (Pramuji)