Banyak Manfaat, Asmawi Berharap Program JKN Tetap Berjalan

0

JAKARTA (Suara Karya): Maraknya pemberitaan seputar defisit anggaran yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menimbulkan kegalauan bagi Asmawi (53). Pasalnya, pengobatan yang dijalani saat ini tergantung pada kelangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

“Saya ini penderita diabetes dan hipertensi, yang kondisi penyakitnya sudah komplikasi kemana-mana. Bagaimana nasib saya kalau BPJS Kesehatan terus merugi, lalu ditutup,” kata Asmawi di kediamannya di Jakarta Barat, Sabtu (24/11/2018).

Asmawi menuturkan, ia terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan sejak program JKN dimulai pada 2014 untuk kelompok penerima bantuan iuran (PBI). Iurannya ditanggung Pemerintah DKI Jakarta.

Meski sudah jadi peserta JKN, lanjut Asmawi, ia belum bisa mendapat manfaat. Karena ia dirawat di rumah sakit Jakarta Medical Center (JMC) yang pada 2014 lalu belum menjadi mitra BPJS Kesehatan.

“Sebagai penderita diabetes, waktu itu saya memang ceroboh. Kaki saya ada luka, tapi saya abaikan. Seminggu kemudian, kaki jadi bengkak, kemerahan dan sulit ditekuk. Seminggu dirawat di JMC, saya harus bayar Rp60 juta,” kata Asmawi yang pada kesempatan itu didampingi putrinya, Hilda Hilaliyah.

Saat tahu harus bayar mahal untuk berobat, lanjut Asmawi, tetangganya menganjurkan untuk pakai kartu BPJS Kesehatan. Ia kemudian mengikuti prosedur dalam program JKN, yaitu mendaftar di fasilitas kesehatan tahap pertama (FKTP), lalu dirujuk ke RS Polri Said Sukanto.

“Dulu saya berobat pakai uang sendiri, karena takut tak dilayani jika pakai kartu BPJS Kesehatan. Ternyata, saya tetap menapat pelayanan yang baik, meski pakai kartu BPJS Kesehatan. Senangnya lagi, kami tidak mengeluarkan duit banyak untuk berobat,” ujarnya.

Saat itu, ditambahkan Hilda, ayahnya menjalani 3 kali pembedahan. Sedangkan kaki kanan harus diamputasi karena kondisinya sudah membusuk. “Setelah sempet tak sadar diri selama 3 hari, saat bangun ayah saya setuju untuk amputasi,” ujar Hilda.

Kondisi kesehatan Asmawi pascaoperasi kaki menunjukkan kesembuhan. Namun? Ia harus masuk rumah sakit lagi lantaran tekanan darah tingginya kambuh. “Bapak dirawat di ruang ICU selama 4 hari dan 3 hari di ruang perawatan biasa. Lagi-lagi kami ucapkan alhamdulillah karena biaya pengobatan ditanggung BPJS Kesehatan,” ujarnya.

Perjuangan belum berhenti. Baru sebentar menikmati masa sehat, tekanan darah Asmawi kambuh lagi yang berdampak pada matanya. Muncul glukoma yang menimbulkan gangguan penglihatan pada ayahnya. “Dalam jangka waktu satu bulan, ayah saya tak bisa melihat lagi alias buta,” katanya

Komplikasi penyakit yang dialami Asmawi terus menjalar. Saat itu, gangguan terjadi ginjalnya. Dua kali seminggu, ia menjalani cuci darah di Jakarta Kidney Center (JKC). Asmawi hampir menangis jika ia harus membayar sendiri biaya pengobatannya.

“Keberadaan program JKN ini sangat membantu orang-orang seperti kami ini. Seandainya tak ada program JKN, bagaimana kami harus membayar semua biaya pengobatannya,” kata Asmawi dengan nada bergetar.

Guna sedikit memberi kenyamanan pada ayahnya saat berobat, Hilda mendaftarkan ayahnya sebagai peserta Mandiri kelas II. Karena ia merasakan banyak manfaat selama menjalani pengobatan dengan menggunakan kartu BPJS Kesehatan.

“Sejak 2017, kami sekeluarga sudah bayar iuran bulanan sendiri. Tak lagi menjadi peserta PBI. Sudah saatnya kami memberi kontribusi dengan membayar iuran secara mandiri,” kata Asmawi menandaskan. (Tri Wahyuni)