Suara Karya

Berkat Aeroponik, Mahasiswa UPER Sabet Juara Kompetisi ICE

JAKARTA (Suara Karya): Berkat aeroponik (sistem bercocok tanam di udara tanpa tanah), tiga mahasiswa Universitas Pertamina (UPER) yang tergabung dalam Tim Ariculture menyabet juara 1 kompetisi bertajuk ‘Innovation and Competition Engineering’ (ICE) 2022 yang digelar PT PLN.

Tim Ariculture berhasil mendapat dana pengembangan proyek Internet of Things (IoT) aeroponik dengan total nilai Rp50 juta.

“Kami membangun rumah cerdas untuk pertanian aeroponik di Garut. Rumah itu dilengkapi teknologi penunjang pertanian seperti sensor kelembaban, cahaya dan pH yang terintegrasi melalui ponsel pintar, sebagai alat pengaturnya,” kata Ketua Tim Ariculture, Muhammad Rozan Miqdad, di Jakarta, Senin (30/1/23).

Aeroponik merupakan kegiatan ‘urban farming’ atau pertanian di perkotaan yang naik daun saat pandemi covid-19 melanda dunia. Survei MarkPlus pada 2020 menyebut, 92,7 persen masyarakat Jakarta melakukan urban farming dan melanjutkannya, meski pandemi telah terkendali.

Rozan menjelaskan, aeroponik adalah sistem bercocok tanam di udara tanpa menggunakan tanah. Akar tanaman dibiarkan tumbuh menggantung tanpa media tanah, pada tempat yang telah dijaga kelembapannya.

“Aeroponik merupakan sistem pertanian yang mudah untuk dikembangkan, tetapi butuh tingkat ketelitian yang tinggi. Karena kelembaban udara, kehangatan dan sistem pengkabutan untuk menutrisi tanaman harus dijaga secara ketat,” kata mahasiswa Teknik Elektro UPER itu menegaskan.

Bersama dua rekan lainnya, yaitu Muladi Jordan dan Muhammad Akram Saputra, Tim Ariculture memanfaatkan teknologi IoT yang terintegrasi dengan perkebunan. Hal itu memudahkan pelaku aeroponik dalam memantau pertumbuhan tanamannya dari jauh.

Keuntungan dari aeroponik, mengutip hasil penelitian NASA (National Aeronautics and Space Administration) Amerika Serikat, sistem pertanian itu dapat mengurangi penggunaan air hingga 98 persen, pupuk hingga 60 persen dan pestisida hingga 100 persen.

Aeroponik juga terbukti lebih baik dari teknik budidaya konvensional. Beberapa penelitian mengungkap produksi aeroponik meningkat 2,5 kali lipat. Bahkan, berat selada aeroponik bisa mencapai 20 ton per hektar, lebih tinggi dibanding pertanian konvensional sebanyak 10 ton per hektar.

Dosen Pembimbing Tim Ariculture,
Teuku Muhammad Roffi, ST, M.Eng, PhD mengatakan, meski dianggap lebih menguntungkan, sistem aeroponik membutuhkan pemantauan dan kontrol yang sangat detil dan rutin untuk mengurangi tingkat kegagalan.

Ditambahkan, pengembangan IoT aeroponik didasarkan pada teknik ‘precision farming’ atau pertanian yang presisi dalam menempatkan cahaya, air, suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.

“Sehingga butuh teknologi elektronika dan IoT untuk memaksimalkan kecermatan dan meningkatkan hasil panen,” kata Roffi menandaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts