
JAKARTA (Suara Karya): Politeknik Negeri Lampung (Polinela) berhasil mengembangkan bibit melon premium dengan kualitas impor. Keberhasilan itu berkat program Matching Fund yang digagas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek).
Peneliti yang juga dosen Polinela, Anung Wahyudi menjelaskan, melon yang diberi nama Makuwari itu berasal dari Jepang dan Korea. Petani Indonesia kurang tertarik menanamnya, karena harga bibit yang mahal dan perawatannya yang rumit.
“Melon Makuwauri sebenarnya telah dikembangkan Polinela sejak 2018, setelah saya lulus dari program doktor di Jepang. Bibit digunakan sebatas penelitian di kampus, karena terkendala dana yang untuk komersialisasi,” ujarnya.
Proposal tentang pembuatan bibit melon dan semangka oriental kemudian diajukan ke program Matching Fund (MF). Proposal itu mendapat pendanaan Rp495 juta untuk MF 2021.
“Keistimewaan melon Makuwauri adalah tekstur daging buah yang renyah, rasa yang manis dan kulitnya yang tipis. Bahkan bijinya baik juga dimakan untuk kesehatan,” kata Anung kepada tim Press Tour Kemdikbudristek di kebun pembibitan kampus Polinela, Bandar Lampung, Jumat (17/3/23).
Ditambahkan, pemeliharaan tanamam kuga relatif lebih murah jika dibandingkan dengan hasil jualnya. Satu tanaman dari mulai bibit sampak berbuah butuh dana Rp 80 ribu. Satu tanaman bisa menghasilkan 10 buah melon dengan berat 500 gram.
Harga jual melon tersebut, lanjut Kepala Program Studi (Kaprodi) Sarjana Terapan Teknologi Perbenihan itu sebesar Rp 100 ribu per kilogram. Itu artinya satu tanaman menghasilkan Rp500 ribu.
“Jika petani mau budi daya melon Makuwauri, maka keuntungannya jauh lebih besar. Apalagi pasar buah premium di Indonesia semakin luas,” katanya.
Pengembangan melon Makuwari dilakukan melalui green house yang dilengkapi sistem digital. Alat kontrol dikendalikan secara digital lewat android.
“Berkat dana matching fund, Polinela berhasil membuat perkebunan digital yang areanya dilengkapi WiFi. Kebun semacam ini hal yang umum di Jepang dan Korea,” tuturnya.
Tidak hanya melon, Polinela juga mengembangkan semangka dengan berbagai bentuk seperti love, kotak, dan lainnya. Semangka semacam itu di Jepang digunakan sebagai hadiah ulang tahun, kelulusan atau buah tangan di perkawinan.
“Harga semangkanya pun tak murah. Ini bisa jadi peluang petani kita untuk meningkatkan kesejahteraan dengan menanam buah premium,” ujarnya.
Untuk membuat melon Makuwauri dan semangka lebih manis, Anung
memberikan tips. Saat menyiram, banyak-banyaklah memberi pujian kepada tanaman. Tanaman tersebut akan berterima dengan menghasilkan buah yang manis.
“Tanaman adalah makhluk hidup, yang mirip dengan manusia. Jangan hanya menyiram setelah itu selesai. Ajak tanaman bicara dan pujilah, perhatian kita akan dibalas mereka berbuah maksimal,” tuturnya.
Anung menegaskan, pujian terhadap tanaman perlu dilakukan bukanlah hoaks. Hal itu merupakan bagian dari pengalamannya selama kuliah di Jepang. “Mood yang jelek akan berdampak ke tanaman. Buah tidak berkembang maksimal,” katanya.
Ditanya harga bibit melon Makuwari ini, Anung mengatakan untuk saat ini belum dipasarkan. Jika dibeli di pasar digital harganya Rp 3 ribu per biji karena masih impor
Karena itu, Polinela membuat bibit sendiri untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor benih unggul. Jika kami sudah mendapat sertifikat dari Kementerian Pertanian, maka bibit melon hasil penelitian dan pengembangan dari Polinela siap dipasarkan” ujarnya.
Anung berharap penelitiannya itu mendapatkan lagi dana matching fund untuk tahun 2023. Dananya akan digunakan untuk pengurusan sejumlah sertifikat bibit melon Makuwari. (Tri Wahyuni)