Suara Karya

Berkat Program PINTAR, Prestasi Siswa SMPN 3 Pekanbaru Kian Melonjak

JAKARTA (Suara Karya): Kepala SMP Negeri 3 Pekanbaru, Asbullah mengaku senang sekolahnya bisa masuk dalam program kemitraan dengan Tanoto Foundation (TF). Meski kemitraan itu baru terbangun dalam satu tahun terakhir, namun hasilnya nyata.

“Pembelajaran aktif yang diterapkan para guru dapat meningkatkan nilai ujian nasional (UN) 2019. Jika sebelumnya SMPN 3 berada di peringkat 18, sekarang posisinya naik jadi peringkat 6 di Kota Pekanbaru,” kata Asbullah di ruangan kerjanya di SMPN 3 Pekanbaru, Riau, akhir pekan lalu.

Asbullah mengakui bukan hal mudah melakukan perubahan pembelajaran di sekolah, sebagaimana ditawarkan TF melalui Program PINTAR (Pengembangan Inovasi Kualitas Pembelajaran). Tidak semua guru suka perubahan.

“Terutama beberapa guru yang kurang terbuka. Jumlahnya memang tak banyak tetapi mereka juga harus didekati untuk bersama-sama melakukan perubahan,” tuturnya.

Upaya pertama yang dilakukan Asbullah adalah mengundang para guru untuk melakukan pelatihan dengan metode SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Sekolah membuat perencanaan strategis untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam penerapan Program PINTAR.

Dari hasil SWOT tersebut, Asbullah dan para guru bersepakat prioritas utama yang perlu dilakukan adalah mengubah model pembelajaran dari pasif, dimana guru menerangkan murid mendengarkan, menjadi pembelajaran aktif. Tanoto Foundation juga menawarkan pendekatan belajar aktif dengan unsur MIKiR (mengalami, interaksi, komunikasi dan refleksi).

“Program budaya baca juga menjadi prioritas sekolah. Kami menyadari, program budaya baca perlu didukung penyediaan buku bacaan dan tempat membaca yang membuat anak senang membaca. Karena itu kami mencari cara untuk memperbarui buku dan membuat tempat membaca yang nyaman untuk anak,” ujarnya.

Asbullah mengatakan untuk mendukung program budaya baca, dia menata ulang perpustakaan sekolah. Penataannya tidak bersifat massif, yaitu membongkar atau membangun sesuatu yang baru. Perpustakaan sekolah hanya ditata ulang agar menjadi tempat yang nyaman dan menyenangkan untuk siswa membaca.

Penataan buku juga diperbarui agar menarik minat siswa membaca. Tempat duduk dibuat menjadi lesehan dengan karpet, agar siswa merasa nyaman dalam membaca. Ruangan pun diberi pendingin agar siswa betah berlama-lama di perpustakaan.

Buku bacaan di perpustakaan dan pojok baca kelas diperbarui secara berkelanjutan. Selain membeli buku dengan menggunakan 5-7 persen dana BOS, sekolah juga menggalang penyediaan buku bacaan dari orang tua secara berkala setiap semester. Tak terlewatkan, sekolah juga bekerja sama dengan Dinas Arsip Perpustakaan Kota Pekanbaru untuk peminjaman buku bacaan.

“Berkat usaha gotong royong berbasis keikhlasan ini, perpustakaan SMPN 3 Pekanbaru dapat akreditasi dari Perpustakaan Nasional. Belum lama ini, kami meraih penghargaan sebagai perpustakaan terbaik di Kota Pekanbaru,” ucapnya.

Guna mendorong budaya literasi tumbuh di sekolah, lanjut Asbullah, siswa diwajibkan membaca buku bacaan selama 15 menit sebelum pembelajaran. “Setiap kelas juga dibuat pojok baca, yang bisa dimanfaatkan siswa untuk membaca saat istirahat,” tuturnya.

Di halaman depan sekolah pun terlihat selasar baca yang bisa dimanfaatkan siswa untuk membaca buku bacaan sambil menunggu jemputan orangtua. Sebaliknya, orangtua juga bisa membaca sambil menunggu anaknya keluar dari kelas. Diharapkan, budaya membaca tak hanya tumbuh di kalangan siswa, tetapi juga kepada orangtuanya. (Tri Wahyuni)

Related posts