Berobat Tak Lagi Gratis, Pemerintah akan Terapkan Urun Biaya

0
Foto: (Suarakarya.co.id/Istimewa)

JAKARTA (Suara Karya): Berobat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) nantinya tidak gratis lagi. Pasien rawat jalan maupun rawat inap akan dikenakan urun biaya (cost sharing) dan selisih biaya bagi pasien yang pindah ke kelas yang lebih tinggi.

“Pemerintah saat ini masih membahas penyakit apa saja yang nantinya terkena urun biaya,” kata Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Budi Mohamad Arief dalam penjelasan kepada wartawan di Jakarta, Jumat (18/1/2019).

Ia pada kesempatan itu didampingi Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi dan Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf.

Budi menjelaskan, peraturan tentang urun biaya dan selisih biaya telah termaktub dalam Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018 yang belum lama ini diterbitkan. Permenkes itu mengatur pengenaan urun biaya dan selisih biaya dalam program jaminan kesehatan.

“Penetapan urun biaya dan selisih biaya pada pasien JKN ini bertujuan untuk menekan potensi penyalahgunaan layanan di fasilitas kesehatan,” ujarnya.

Ditanyakan apakah urun biaya dan selisih biaya itu juga bagian dari solusi mengatasi defisit anggaran di BPJS Kesehatan, Budi tak menampik hal itu. Namun, hal itu bukanlah tujuan utama dari konsep urun biaya dan selisih biaya.

“Aturan ini belum berjalan, jadi kami tidak tahu apakah bisa menjadi salah satu solusi mengatasi defisit anggaran di BPJS Kesehatan. Karena awalnya aturan ini dibuat untuk meminimalisasi layanan kesehatan yang tidak perlu bagi pasien,” ujarnya.

Ditambahkan, penetapan jenis pelayanan kesehatan yang akan dikenakan urun biaya akan ditetapkan berdasarkan usulan dari BPJS Kesehatan, organisasi profesi, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan.

“Usulan itu harus disertai data dan analisis pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan. Kementerian Kesehatan akan membentuk tim yang terdiri atas pengusul, akademisi dan pihak terkait lainnya. Mereka akan melakukan kajian, uji publik dan rekomendasi,” ujarnya.

Budi menegaskan, penerapan urun biaya maupun selisih biaya harus mendapat persetujuan dari pasien atau keluarga sebelum berobat. Sehingga tak ada perselisihan saat urun biaya atau selisih biaya itu ditagihkan ke pasien.

“Jadi sebelum berobat, pasien harus tanda tangan form yang menyatakan kesanggupan membayar urun biaya atau selisih biaya. Semua terdokumentasi,” katanya.

Disebutkan, besaran urun biaya antara rawat jalan dengan rawat inap ditetapkan berbeda. Untuk rawat jalan, besarannya Rp 20.000 per kunjungan di RS kelas A dan kelas B dan Rp 10.000 per kunjungan di RS kelas C dan kelas D. Jika berobat di Poliklinik Eksekutif dikenakan biaya paling tinggi 350 ribu per kunjungan.

“Pasien bisa memanfaatkan fasilitas paling banyak 20 kali kunjungan dalam waktu 3 bulan. Perlu diperhatikan, nominal ini terbilang kecil dibanding total biaya pelayanan yang diperoleh peserta,” katanya.

Untuk rawat inap, lanjut Budi, besaran urun biaya dikenakan 10 persen dari biaya pelayanan. Angkanya dihitung dari total tarif INA CBG’s setiap kali melakukan rawat inap, atau paling tinggi Rp 30 juta.

“BPJS Kesehatan akan membayar klaim RS dikurangi perolehan urun biaya. Urun biaya dibayarkan peserta kepada fasilitas kesehatan setelah pelayanan kesehatan diberikan,” ujarnya.

Budi menegaskan, ketentuan urun biaya tidak berlaku bagi peserta JKN dari segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah. Mereka tetap bisa berobat secara gratis.

Tentang selisih biaya, Iqbal menjelaskan, Permenkes tak melarang peningkatan hak kelas rawat yang lebih tinggi di rumah sakit. Meski demikian, ada konsekuensi yang harus dibayar. Selisih biaya itu harus ditanggung peserta JKN.

“Aturan ini hanya berlaku bagi peserta JKN yang mau naik kelas satu tingkat lebih tinggi.

“Peningkatan kelas perawatan tersebut hanya dapat dilakukan satu tingkat lebih tinggi dari kelas yang menjadi hak kelas peserta. Selisih biaya ini hanya berlaku bagi peserta mandiri, pemberi kerja atau melalui asuransi kesehatan tambahan,” tuturnya.

Untuk peningkatan kelas rawat inap dari kelas 3 ke kelas 2, dan dari kelas 2 ke kelas 1, maka peserta harus membayar selisih biaya antara tarif INA CBG’s antar kelas. Peningkatan kelas rawat inap dari kelas 1 ke kelas di atasnya, seperti VIP, peserta harus membayar selisih biaya paling banyak 75 persen dari tarif INA CBG’s kelas 1.

“Untuk rawat jalan, peserta harus bayar biaya paket pelayanan rawat jalan eksekutif paling banyak Rp400 ribu per kunjungan,” katanya.

Iqbal berharap fasilitas kesehatan ikut membantu menjelaskan aturan urun biaya. Fasilitas kesehatan juga diminta memberi informasi kepada peserta atau keluarga tentang biaya pelayanan yang ditanggung BPJS Kesehatan dan selisih biaya yang harus ditanggung peserta.

“Baik peserta ataupun keluarga juga harus menyatakan kesediaannya membayar selisih biaya sebelum mendapatkan pelayanan,” kata Iqbal menandaskan. (Tri Wahyuni)