Berpotensi Tabrak Aturan, DPR Tak Setuju Walikota Ex-Officio Jabat Kepala BP Batam

0
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo

JAKARTA (Suara Karya): Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, mempertanyakan kebijakan pemerintah yang menjadikan Walikota Batam menjadi ex-officio menjabat Kepala BP Batam.

Dia menilai, kebijakan tersebut berpotensi menabrak sejumlah undang-undang. Seperti, UU. No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dan PP Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

Dalam Pasal 76 ayat (1) huruf C UU Nomor 23 Tahun 2004, disebutkan, ‘Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang menjadi pengurus suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara atau daerah atau pengurus yayasan di bidang apa pun’.

“Apalagi, berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan. Jika Walikota Batam menjadi Ex-Officio Kepala BP Batam, akan terjadi kerancuan dalam pelaksanaan UU Perbendaharaan dan Pengelolaan Keuangan Negara,” ujar Firman,  dalam rapat kerja Komisi II, di gedung DPR, Jakarta, Kamis (24/1/2019).

Dia menilai sangat membahayakan apabila aturan itu diterapkan. Karena, katanya, dikhawatirkan akan adanya penyelewengan yang dilakukan walikota.

Oleh karenanya, dia meminta para menteri yang membahas peleburan BP Batam, menjelaskan secara detail mengenai konsekuensi-konsekuensi yang ada apabila walikota menjadi ex-officio Kepala BP Batam.

Firman menyarankan agar rencana Walikota menjadi ex-officio Kepala BP Batam diganti dengan peraturan pemerintah yang mengatur mengenai kewenangan.

“Ini kasian pak presiden saya. Saya gak rela kalau presiden saya ‘dijorokin’ begitu. Ini karena lambanya pemerintah waktu itu. Seharusnya, mengeluarkan PP mengatur kewenangan agar tidak dualisme pembagian wilayah. Bukan jadi ex-officio,” ujarnya menambahkan.

“Sudah lah, lupakan ex-officio. Ini bisa di-impeachment. Sekarang lagi musim politik. Nyari suara sekarang lagi susah,” katanya.

Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi, berencana akan meleburkan Badan Pengusahaan (BP) Batam. Guna mengakhiri dualisme pemerintahan di Batam.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR, Kamis (24/1/19) sore, menegaskan bahwa keputusan itu diambil setelah mendengarkan informasi dari dunia usaha, keterangan dari Kementerian Luar Negeri (Kemlu).

Sebagai konsekuensi dari keputusan itu, maka kewenangan yang melekat di BP Batam ke depannya akan diberikan Pemerintah Kota Batam.

Untuk diketahui, dalam situs resminya, Otorita Batam merupakan cikal bakal dari Badan Pengusahaan Batam (BP Batam).

Pada PP 46 disebutkan bahwa Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam berubah menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Batam dengan keberadaannya selama 70 tahun sejak PP 46 ditandatangani.

Hal ini memberikan kepastian hukum kepada para investor baik lokal maupun asing selama itu untuk berinvestasi di Batam. BP Batam mempunyai Visi dan Misi yang jelas untuk mengembangkan Batam kedepan.

Saat ini BP Batam mendapatkan kewenangan dari pemerintah pusat khususnya yang menjadi kewenangan Kementerian Perdagangan untuk mengeluarkan perijinan lalu lintas keluar masuk barang.

Perizinan tersebut diantaranya Perizinan IP Plastik dan Scrap Plastik, Perizinan IT-PT, Perizinan IT Cakram, Perizinan IT Alat Pertanian, Perizinan IT Garam Perijinan, Mesin Fotocopy dan printer berwarna, Perizinan Pemasukan Barang Modal Bukan Baru, Perizinan Bongkar Muat, Pelabuhan Khusus, Perizinan Pelepasan Kapal Laut.

Adapun perijinan yang sebelumnya berada di Otorita Batam diantaranya Perijinan Fatwa Planologi, Perijinan Alokasi Lahan, Perijinan titik-titik lokasi iklan, SK BKPM tentang registrasi perusahaan di Indonesia, Angka Pengenal Import Terbatas (APIT), serta Izin Usaha Tetap (IUT). (Gan)