Bila Pemerintah Belum Satu Suara, Anggota Panja: DPR Sulit Sahkan RUU Pertanahan

0
Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pertanahan, Abdul Hakam Naja.

 

JAKARTA (Suara Karya): Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai akan kesulitan untuk mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan, apabila Pemerintah, dalam hal ini kementerian terkait belum satu suara. Sebaliknya, RUU tersebut, bisa disahkan bila DPR dan Pemerintah sepakat.

Karena harus satu suara, maka setiap kementerian harus menghilangkan ego sektoralnya. Jika tidak ada kesepakatan di antara kementerian terkait, maka DPR akan mengalami kesulitan untuk mensahkan RUU tersebut menjadi UU.

“Jadi, pihak Pemerintah, dalam hal ini setiap kementerian, harus  kompak satu suara. Bola, kini berada di tangan Pemerintah. DPR menunggu sikap Pemerintah,” kata anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pertanahan, Abdul Hakam Naja, kepada wartawan, Senin (26/8/2019). Dia mengatakan hal itu, menjawab pertanyaan sekitar perkembangan RUU Pertanahan.

Menurut politisi PAN ini, Pemerintah harus menentukan sikapnya terhadap RUU Pertanahan ini. Disebutkan Hakam Naja, salah satu masalah krusial dalam RUU Pertanahan ini adalah, karena persoalan ‘single land administration’ atau sistem administrasi tunggal atas semua pertanahan di Indonesia. Jika disepakati sistem yang moderna seperti dalam hal adminsitrasi kependudukan, maka semua tanah harus didaftar, baik tanah negara, tanah terlantar, tanah dengan model HGU, GHB dan sebagainya.

“Nah, dalam konteks sistem adminsitratsi tunggal dalam pertanahan ini, muncul beda pendapat, beda penafsiran, dan ego sektoral dan membuat RUU ini terkatung-katung. Padahal, jika semua sepakat, maka masalah berat di RUU bisa diselesaikan,” kata anggota Komisi II DPR ini.

Hakam menyebutkan, periode DPR 2014-2019 akan berakhir 30 September. Artinya, hanya tinggal sekitar satu bulan lagi. Jika belum ada kesepakatan dari Pemerintah, maka akan sulit RUU Pertanahan disahkan.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi pekan lalu telah meminta Wapres Jusuf Kalla untuk mengkoordinasi soa RUU Pertanahan dan Wapres Jusuf Kalla juga telah mengumpulkan semua kementerian terkait untuk membahas masalah ini. Kalla memerintah tia kementerian terkiat untuk membuat tugasnay yang terkiat RUU, lalu koordinasi dilakukan kembali di Kantor Kemenko Perekonomian untuk dibahas ulang.

Hasil rapat di Kantor Kemenko Perekonomian tersebut akan dibawa lagi dalam rapat lengkap kementerian terkiat di Kantor Wapres. Jika sudah ada kesepakatan, barulah Pemerintah membawa maasukan terakhir ini ke DPR.

Inisiatif DPR

Hakam Naja yang pada periode 2009-2014 menjadi Ketua Panja RUU Pertanahan ini mengungkapkan, RUU Pertanahan yang dibahas saat ini merupakan pengulangan dari pembahasan RUU ini pada periode DPR 2009-2014.

“Saya dulu Ketua Panja dan saya paham betul mengapa RUU Ini akhirnya gagal untuk dituntaskan dan disahkan, karena pemerintah beda pandangan, kementerian tehnis belum ada kesepakatan, jadi ya tidak mungkin disahkan, padahal saat itu ada 7 kementerian yang diutus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” katanya.

Diceritakan Hakam, sampai tahun 2011 Pemerintah belum mengajukan lagi draft RUU, padahal RUU Pertanahan ini merupakan amanat dari Tap MPR yang memerintahkan DPR-Pemerintah dalam waktu 10 tahun harus membuat UU Pertanahan guna menyelesaikan berbagai konflik agraria. Akhirnya DPR pada tahun 2012 mengambil inisitif untuk membuat draft yang materinya hampir sama dnegan draft sebelumnya dan dijadikan usul inisitif DPR.

“Saat ini, saya ulangi lagi, semua bergantung pada Pemerintah. Bola ada di tangan pemerintah. Kita tunggu saja sikap Pemerintah,” ujar Hakam Naja. (gan)