
JAKARTA (Suara Karya): Keberhasilan Provinsi DKI Jakarta dalam mencapai Universal Health Coverage (UHC) atau Cakupan Kesehatan Semesta sejak 2,5 tahun lalu hingga kini, mendapat apresiasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Cakupan kesehatan semesta menjamin seluruh masyarakat memiliki akses untuk kebutuhan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang berkualitas dan efektif,” kata Deputi Direksi Wilayah Jabodetabek Bona Evita saat audiensi dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, Senin (19/4/2021).
Bona menambahkan, capaian peserta JKN-KIS secara keseluruhan dibanding jumlah penduduk DKI Jakarta pada semester II tahun 2020 menunjukkan lebih dari 98 persen atau 11.038.892 jiwa. Angka itu melebihi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada 2024.
Keberhasilan itu merupakan hasil kolaborasi antar satuan kerja di Pemprov DKI Jakarta, yakni Dinas Kesehatan dalam pengelolaan data PBPU (Peserta Bukan Penerima Upah) yang didaftarkan Pemeritah Provinsi DKI Jakarta dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi yang memastikan pekerja terdaftar sebagai peserta JKN-KIS.
Selain itu, masih ada Dinas Sosial dalam pengelolaan peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI-JK), Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil juga memastikan setiap peserta yang terdaftar memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang valid, serta Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik dalam menyebarluaskan informasi JKN-KIS.
“Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kesehatan. Dengan terpenuhinya urusan kesehatan, maka diharapkan produktivitas penduduk Jakarta akan meningkat,” kata Bona.
Integrasi jaminan kesehatan penduduk DKI Jakarta melalui Program JKN-KIS yang di kelola BPJS Kesehatan, merupakan langkah strategis Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memastikan tak ada hambatan akses terhadap fasilitas kesehatan bagi penduduk yang membutuhkan.
Terkait akses, Bona menambahkan, BPJS Kesehatan terus melakukan inovasi dengan mengembangkan sistem antrean online. Lewat aplikasi Mobile JKN, peserta tak perlu datang terlebih dulu ke FKTP/Puskesmas untuk ambil nomor antrean, tetapi bisa mendaftar melalui aplikasi.
“Inovasi itu sangat membantu peserta, karena mereka tak perlu lagi menunggu terlalu lama di FKTP. Peserta juga dapat menyesuaikan waktu kedatangan sesuai nomor antrean, sehingga mengurangi kerumunan dalam waktu lama di FKTP. Secara tak langsung, upaya itu mencegah penularan covid-19,” tuturnya.
Inovasi itu, lanjut Bona, mendapat dukungan Pemerintah Provinsi dimana 320 Puskesmas yang ada di DKI telah mengimplementasikan sistem antrean online. Begitu pun pada Dashboard JKN. Aplikasi itu dapat diakses pemerintah daerah untuk mengetahui data JKN secara real time.
“Berbagai inovasi berbasis teknolohi ini selaras dengan keinginam Provinsi DKI Jakarta dalam menerapkan smart city 4.0 dalam penyelenggaraan pemerintahan,” katanya.
Menurut Bona, kehadiran Dashboard JKN akam mendukung peningkatan kepesertaan dan kepatuhan pembayaran iuran serta upaya promotif dan preventif. Dashboard JKN juga memudahkan dokter atau tenaga kesehatan menganalisis rujukan, sehingga dapat mengoptimalkan pelayanan kesehatan tingkat pertama.
“Dashboard JKN memperkuat kebijakan kesehatan yang lebih akomodatif serta mampu memprediksi kondisi kesehatan wilayah ke depan,” ujarnya.
Ditambahkan, Dashboard JKN dapat membangun ekosistem penyusunan kebijakan berbasis data dan informasi atau ‘evidence based policy making’. Keistimewaan lain dari Dashboard JKN adalah memuat data capaian UHC, profil peserta JKN-KIS, fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan jumlah kunjungan FKTP.
“Dashboard JKN juga memuat jumlah rujukan peserta FKTP, seperti 10 diagnosa tertinggi di FKTP, jumlah kasus di rumah sakit, data utilisasi penyakit katastropik, serta 10 kasus tertinggi di rumah sakit,” katanya.
Pada kesempatan itu, Bona memberi rangkaian Buku Statistik JKN tahun 2014-2018 kepada Gubernur DKI Jakarta, penerbitan buku itu hasil kerja sama Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan BPJS Kesehatan dan melibatkan sejumlah peneliti dari Perguruan Tinggi.
Publikasi Statistik JKN itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi tentang penyelenggaraan Program JKN-KIS. Diharapkan, data tersebut dapat menjadi rujukan obyektif yang akan mewarnai perancangan kebijakan dan penilaian keberhasilan penyelenggaraan JKN.
Data statistik dalam buku tersebut dapat menjadi sarana informasi bagi para pemangku kepentingan, akademisi, peneliti dan seluruh pihak yang akan memperdalam penyelenggaraan Program JKN-KIS.
Penyajian data itu juga dilihat dari aspek kepesertaan, aspek pelayanan kesehatan, aspek iuran dan aspek-aspek lainnya dalam penyelenggaraan Program JKN-KIS. Penerbitan buku Statistik JKN dan berbagai publikasi lainnya sejalan dengan prinsip transparansi dalam Tata Kelola BPJS Kesehatan yang baik.
Makna keterbukaan disini, menurut Bona, antara lain keterbukaan dalam pengungkapan dan penyediaan informasi yang relevan mengenai BPJS Kesehatan yang mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Namun disisi lain, prinsip keterbukaan tersebut juga disertai tanggung jawab untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan data yang berlaku.
Hingga 1 April 2021, jumlah faskes yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sejumlah 670 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), meliputi Puskesmas, Klinik TNI/Polri dan Klinik Utama serta 153 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut yang meliputi 133 RS (RSUD 32 dan RS Milik Swasta 75) dan 20 Klinik Utama serta 202 Apotek, 21 Optikal dan 32 Laboratorium. (Tri Wahyuni)