BPJS Kesehatan Gandeng Organisasi Profesi Perbaiki Sistem Rujukan Online

0

JAKARTA (Suara Karya): Mulai 1 November, sistem rujukan online yang dikembangkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memasuki masa transisi. Sistem akan diperbaiki dengan melibatkan pemangku kepentingan mulai dari pemerintah hingga organisasi profesi.

“Setelah masa uji coba 2 bulan, sistem rujukan online masuk ke masa transisi. Dalam 1 bulan kedepan, kami lakukan perbaikan dengan melibatkan pemangku kepentingan agar hasilnya paripurna,” kata Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief dalam penjelasannya, di Jakarta, Rabu (31/10/2018).

Budi M Arief dalam kesempatan itu didampingi Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Primer, BPJS Kesehatan, Dwi Martiningsih dan Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf.

Budi mengakui selama masa uji coba terjadi penumpukan pasien di rumah sakit kelas C dan D. Kondisi itu berbanding terbalik dengan kondisi masa lalu, yang mana penumpukan ada di kelas B dan A.

“Penumpukan pasien terjadi karena rumah sakit tidak tepat dalam menginput jadwal praktik dokter dan kapasitasnya. Data kapasitas umumnya ditulis terlalu besar. Bahkan ada rumah sakit menulis kapasitas hingga 5 kali lebih besar dari faktanya. Hal ini tak boleh lagi,” ujarnya.

Perbaikan semacam itu, lanjut Budi M Arief, nantinya akan dilakukan secara nasional dengan melibatkan pemangku kepentingan seperti Kementerian Kesehatan, Asosiasi Dinas Kesehatan (Adinkes), Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), Asosiasi Rumah Sakit Daerah (Arsada), Asosiasi Rumah Sakit Swasta Seluruh Indonesia (ARSSI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Asosiasi Klinik Indonesia (Asklin).

“Implementasi sistem rujukan online ini mengacu pada regulasi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 001 tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan. Hasil dari masa transisi ini jadi masukan bagi Menkes untuk mengubah Permenkes No 001 Tahun 2012,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Budi M Arief, dukungan IDI diberikan berupa pembuatan standar waktu bagi dokter saat layanan kepada pasien. Standar itu penting agar dokter maupun pasien sama-sama diuntungkan.

“Jika dokter memberi layanan terlalu cepat, pasien jadi tak punya kesempatan untuk tanya. Kalau terlalu lambat, antrian pasien akan panjang,” ujarnya.

Bantuan IDI lainnya, ditambahkan, berupa data kelengkapan kriteria kompetensi bagi dokter spesialis atau subspesialis. Data itu penting agar rujukan pasien sesuai dengan kebutuhannya.

Masalah lain yang masih perlu dibenahi terkait mapping fasilitas kesehatan (faskes). Ada ketidaksesuaian pada mapping fasilitas kesehatan, sehingga muncul keluhan dari peserta karena harus berpindah-pindah rumah sakit.

Untuk itu, lanjut Budi M Arief, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di seluruh Indoinesia. Koordinasi juga dilakukan bersama Persi, ARSSI dan Arsada agar rumah sakit memasukkan data kapasitas rumah sakit dalam aplikasi Aplikasi Health Facilities Information System (HFIS) secara benar.

Ditanyakan apakah selama masa transisi proses rujukan tetap dilakukan secara online, Budi membenarkan hal itu. Proses rujukan menggunakan aplikasi, Vclaim dan HFIS yang terkoneksi secara online.

“Peserta juga masih dimungkinkan untuk dirujuk ke rumah sakit dengan kelas lebih tinggi. Diharapkan dalam fase transisi ini, penerapan rujukan online semakin kuat dan sempurna,” kata Budi menandaskan. (Tri Wahyuni)