JAKARTA (Suara Karya): Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menemukan peredaran komestik ilegal berbahan dilarang (BD) dan obat tradisional (OT) berbahan kimia obat (BKO) yang nilainya mencapai 134 miliar. Temuan itu merupakan hasil pengawasan atas produk di peredaran (post market control) selama 2018.
“Untuk itu, kami minta masyarakat lebih waspada saat membeli kosmetik, yang menjanjikan kulit mulus dalam hitungan hari. Karena mengandung bahan merkuri yang berbahaya bagi kulit,” kata Kepala BPOM, Penny K Lukito di Jakarta, Rabu (14/11/2018).
Penny menjelaskan, Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia secara rutin melakukan pengawasan atas produk di peredaran mulai dari pasar, sarana produksi, sarana distribusi dan retail. Pengawasan itu dilakukan baik atas pengaduan masyarakat atau operasi penertiban.
“Selama 2018 kami temukan kosmetik ilegal dengan BD senilai Rp112 miliar dan OT ilegal dengan BKO mencapai Rp22 miliar,” ujarnya.
Ditambahkan, temuan kosmetik didominasi oleh produk mengandung bahan berbahaya seperti merkuri, hidrokinon dan asam retinoat. Selain itu, ada 6 jenis kosmetik yang ternotifikasi mengandung BD dan bahan berbahaya lain yaitu pewarna dilarang (merah K3) dan logam berat (timbal).
“Secara umum bahan tersebut dapat menyebabkan kanker (karsinogenik), kelainan pada janin (teratogenik), dan iritasi kulit,” tuturnya.
Sementara itu, BKO yang teridentifikasi pada OT didominasi oleh sildenafil sitrat, fenibutazon dan parasetamol yang berisiko menimbulkan efek kehilangan penglihatan dan pendengaran, stroke, serangan jantung, kerusakan hati, perdarahan lambung, hingga gagal ginjal.
Penny menyebutkan, seluruh temuan kosmetik mengandung BD/BB dan OT mengandung BKO telah ditindaklanjuti secara administratif. Tindakannya berupa pembatalan notifikasi/izin edar, penarikan dan pengamanan produk dari peredaran serta pemusnahan.
“Untuk produk kosmetik dan OT ilegal dilakukan proses pro-justitia,” katanya.
Penny menegaskan, pihaknya telah mengungkap 36 perkara tindak pidana OT tanpa izin edar dan/atau mengandung BKO dan 45 perkara kosmetik tanpa izin edar dan/atau mengandung BD/BB. “Keseluruhan perkara itu ditindaklanjuti secara pro-justitia,” ucapnya.
Ditambahkan, putusan tertinggi pada pengadilan perkara OT dalam 5 tahun terakhir adalah pidana penjara 2 tahun dan denda Rp1 miliar. Pada perkara kosmetik, pelaku dijatuhi sanksi berupa putusan pengadilan paling tinggi penjara 2 tahun 6 bulan dan denda Rp1 miliar.
BPOM juga menindaklanjuti hasil laporan PMAS (Post-Marketing Alert System) yang dilaporkan negara lain. Ditemukan 113 item kosmetik mengandung BD/BB dan 115 item OT dan suplemen kesehatan mengandung BKO. Semua temuan PMAS itu merupakan produk yang tidak terdaftar di BPOM RI.
“Kami minta pada para pelaku usaha di bidang kosmetik maupun OT untuk menjalankan usahanya sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Karena selama 2018 masih ditemukan produk yang masuk dalam public warning tahun sebelumnya, ternyata masih beredar di pasaran,” katanya.
Penny mengingatkan kembali pentingnya masyarakat selalu Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar, Kedaluwarsa) saat akan memberi produk kosmetik, makanan maupun obat. Pastikan kemasan dalam kondisi baik, baca informasi produk yang tertera pada labelnya, memiliki izin edar BPOM dan tak lewat masa kedaluwarsa. (Tri Wahyuni)