Suara Karya

Butuh Pengawasan, DPR Sebut 4 Titik Rawan Korupsi Dana Covid-19

Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah. (Suarakarya.co.id/ist)

JAKARTA (Suara Karya): Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah menyebut ada 4 titik rawan korupsi dalam penggunaan dana virus corona disease (covid-19), yang jumlahnya mencapai Rp405,1 triliun. Untuk itu, ia minta institusi pemerintah seperti BPKP, BPK dan inspektorat K/L maupun KPK, akademisi dan masyarakat ikut mengawasi.

“Pengawasan ketat tak hanya perlu dilakukan pada dana APBN, tetapi juga APBD,” kata Ferdiansyah dalam webinar bertajuk “Mencegah Korupsi Dana Covid-19′ yang digelar bersama Program Pascasarjana Institut Stiami, Center of Public Policy Studies (CPPS), dan Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (APPERTI), Jumat (8/5/20).

Hadir dalam kesempatan itu, Direktur Pascasarjana Institut STIAMI yang juga Sekjen APPERTI Taufan Maulamin, Guru Besar Pendidikan UNJ, Eliana Sari? Penasihat KPK periode 2013-2018, Abdullah Hehamahua, dosen Pascasarjana Institut Stiami Jakarta, Pandoyo, dan dosen Pascasarjana Institut Stiami sekaligus pejabat BPKP, Arief Hadianto.

Ferdi menyebut 4 titik rawan korupsi, yaitu pada proses pengadaan barang dan jasa mulai dari tindak kolusi, mark-up harga, kick back (pemulangan manfaat yang diberikan) dan potensi konflik kepentingan.

Potensi korupsi lainnya, disebutkan, ada pada alokasi sumber pendanaan yang memungkinkan adanya distorsi kesepakatan antara pembelian dan pengadaan barang yang seharusnya dan realisasi.

“Celah ketiga pada masalah filantropi atau sumbangan pihak ketiga. Kerap terjadi tumpang tindih atas bantuan dari pihak lain. Satu orang yang sama, bisa dapat 2-3 kali bantuan. Sementara warga yang justru tak mendapat satupun bantuan,” ujar Sekretaris Fraksi Partai Golkar MPR RI itu.

Celah keempat pada bagian pendataan. Meski sulit dilakukan dengan nol kesalahan, namun lewat pengawasan yang ketat dapat meminimalkan data yang salah atau tidak tepat sasaran.

“Kami mengingatkan, ada ancaman pidana maksimal hukuman mati. Hal itu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, bahwa tindak pidana korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu, termasuk pandemi xovid-19 dapat dijatuhi hukuman mati,” ucapnya.

Sebagai informasi, stimulus dana Rp405,1 triliun yang dikucurkan pemerintah untuk penanganan pandemi xovid-19 sebagaimana tertera dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020, telah telah ditetapkan peruntukkannya.

Untuk sektor kesehatan, pemerintah menganggarkan Rp75 triliun, pemulihan ekonomi Rp150 triliun, perlindungan sosial Rp110 triliun, dan dukungan untuk industri berbasis usaha kecil sebesar Rp70,1 triliun.

“Di sisi lain, setiap kementerian dan lembaga juga melakukan refocusing anggaran untuk covid-19 ini. Jadi ada dana yang ditarik dari dompet keuangan negara, tapi setiap kementerian dan lembaga uangnya juga diminta,” kata politisi Dapil Jawa Barat tersebut.

Ferdi juga menyinggung dana APBD yang dialokasikan untuk penanganan covid-19 yang jumlahnya juga terbilang besar. Disebutkan dana APBD dari 34 provinsi yang dikumpulkan untuk penanganan covid mencapai Rp1.102 triliun. Total dana APBN dan APBD yang dialokasikan mencapai Rp1.507 triliun.

“Itu dana yang besar sekali. Harus ada para pihak yang ikut mengawasi agar tepat sasaran atau hanya buat bancakan pihak tertentu. Padahal, banyak warga yang terdampak kasus covid-19 harus menahan lapar karena tak ada lapangan pekerjaan,” ujar Ferdi menegaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts