JAKARTA (Suara Karya): Konsumsi Pangan hewani dinilai efektif dalam mencegah anak terkena stunting. Pangan hewani memiliki kandungan zat gizi yang lengkap, kaya protein dan vitamin yang penting dalam mendukung tumbuh dan kembang anak.
“Penyebab utama masalah gizi adalah asupan gizi yang tidak optimal dan terjadinya infeksi yang berulang,” kata Pelaksana tugas (Plt) Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Kementerian Kesehatan (Kemkes), Ni Made Diah dalam konferensi pers ‘Hari Gizi Nasional’ secara daring, Jumat (20/1/23).
Diah menyebut, ada bukti kuat terjadinya stunting dengan kekurangan konsumsi pangan hewani pada balita 6-23 bulan, seperti susu/produk olahannya, daging/ikan dan telur. Konsumsi pangan lebih dari satu protein hewani lebih baik.
“Lebih baik konsumsi pangan hewani yang berbeda setiap hari, agar kandungan gizi diterima anak lebih optimal. Hari ini telur, seterusnya bisa ikan lele, ayam, daging, ikan jenis lain. Bisa juga protein dari kedelai seperti tempe dan tahu,” ujarnya.
Tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein bisa digunakan sebagai indikator untuk melihat kondisi gizi masyarakat. Data Susenas 2022 menunjukkan konsumsi protein per kapita sudah berada di atas standar kecukupan konsumsi protein nasional yaitu 62,21 gram.
“Namun sayangnya, angkanya masih cukup rendah untuk protein hewani yaitu kelompok ikan/udang/cumi/kerang 9,58 gram; daging 4,79 gram; telur dan susu 3,37 gram,” tuturnya.
Sementara itu, data Food and Agriculture Organization (FAO) juga menyebut, konsumsi telur, daging, susu dan produk turunannya di Indonesia termasuk rendah di dunia.
“Konsumsi telur di keluarga Indonesia, yaitu 4-6 kg/tahun; konsumsi daging kurang dari 40 g/orang, serta konsumsi susu dan produk turunannya 0-50 kg/orang/tahun,” ujarnya.
Padahal, lanjut Diah, telur merupakan sumber protein, asam amino dan lemak sehat yang murah harganya. Sedangkan susu mengandung protein dan kalsium. Makan telur matang dengan susu membuat asupan protein manusia seimbang.
Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia Prof Hardiansyah mengatakan, dasar dari pertumbuhan tulang itu ada pada tulang rawan. Zat gizi dari pangan hewani bisa membentuk tulang rawan tersebut.
“Itu artinya, jangan hanya berpikir tentang kalsium dan mineral, tapi ketika ingin pertumbuhan tulang normal maka perlu juga protein hewani,” ucapnya.
Asupan protein hewani pada ibu hamil sangat penting dalam mencegah stunting pada janin yang dikandungnya. Gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan menjadi salah satu penyebab utama anak lahir stunting.
“Ini bukti pemberian telur satu butir satu hari pada anak setelah pemberian ASI eksklusif itu dapat menurunkan risiko stunting,” katanya.
Wakil Ketua Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Prof Budi Wiweko menjelaskan, pentingnya protein hewani dalam 270 hari pertama kehidupan atau 9 bulan. Hal itu dapat mencegah anak dari stunting.
Yang terpenting dalam mencegah stunting adalah 100 hari sebelum terjadinya kehamilan. Pada masa itu calon ibu dianjurkan makan tinggi protein untuk persiapan sel telur dan sperma yang berkualitas, sehingga menghasilkan embrio yang baik dan janin yang berkualitas.
“Studi kita menunjukkan masih banyak ibu hamil yang lebih banyak konsumsi karbohidrat, dibanding protein,” katanya. sementara asupan protein masih sangat kurang,” tuturnya.
Selain mencegah stunting, lanjut Budi Wiweko, konsumsi tinggi protein hewani dapat menurunkan morbiditas maternal dan perinatal. Hal itu mencegah terjadinya pertumbuhan janin terhambat, dan mencegah terjadinya eklamsia berat.
Ketua Umum PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso menambahkan, anak saat tumbuh kembang ada satu ‘saklar’ pertumbuhan bernama ‘m TOR-C ‘. Saklar itu baru bisa hidup jika konsumsi harian memiliki kadar asam amino yang cukup tinggi dalam darah.
“Asam amino esensial ini sumbernya dari protein hewani,” ujar Piprim. (Tri Wahyuni)