JAKARTA (Suara Karya): Di penghujung tahun 2022, Lembaga Sensor FIlm (LSF) mendapat penghargaan Predikat Kepatuhan Standar Pelayanan Publik dari Ombudsman RI di peringkat ketiga untuk Kategori Lembaga Negara.
“Penghargaan tersebut menjadi kado terindah untuk LSF menutup tahun 2022 ini,” kata Ketua LSF, Rommy Fibri Hardiyanto dalam siaran pers, Senin (2/1/23).
Rommy menyebutkan, karena LSF tahun ini baru pertama kali dinilai Ombudsman dan langsung mendapat peringkat ketiga dengan nilai 88, 41. Penghargaan itu sekaligus pemantik semangat LSF untuk tak hanya mempertahankan, tetapi juga meningkatkan kualitas di masa depan.
Sekadar informasi, Ombudsman RI mengumumkan hasil Penilaian Kepatuhan Standar Pelayanan Publik Tahun 2022 terhadap 25 kementerian, 14 lembaga, 34 pemerintah provinsi, 98 pemerintah kota, dan 415 pemerintah kabupaten, di Jakarta, pada Kamis (22/12/22).
Menurut Rommy, penilaian Ombudsman RI tahun ini diperluas hingga pengukuran kompetensi penyelenggara, pemenuhan sarana dan prasarana, standar pelayanan serta pengelolaan pengaduan. Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi LSF saat melalui berbagai tahapan penilaian.
“Setelah 2 tahun yang cukup berat karena pandemi, tahun 2022 menjadi penting bagi LSF. Selain membangun sinergi dan kolaborasi lintas sektor, LSF juga hadir untuk memberi pelayanan terbaik bagi para stakeholder LSF.
Tahun 2022 menjadi tahun yang sangat produktif bagi LSF. Dalam waktu setahun, LSF berhasil menempatkan posisi sebagai lembaga negara independen yang menjalankan beberapa peran lintas sektor.
“Karena selain bersinggungan dengan dunia perfilman melalui tugas penyensoran, LSF juga membangun kolaborasi secara masif,” tutur Rommy.
Seiring menggeliatnya dunia perfilman pascapandemi di Tanah Air, LSF ikut mendukung penuh segala aktivitas dunia perfilman. Tak hanya membuka ruang diskusi bagi para sineas melalui berbagai dialog pakar, LSF juga ikut menggelar berbagai festival film.
Kolaborasi juga digencarkan melalui berbagai kunjungan ke sejumlah rumah produksi dan stasiun televisi. Hal itu guna memberi apresiasi kepada rumah produksi dan stasiun televisi yang taat sensor dan peduli sensor mandiri.
“LSF juga ke Korea Selatan dan Jepang untuk benchmarking, guna melihat bagaimana dunia penyensoran di luar Indonesia,” kata Rommy.
Tidak hanya itu, LSF mengambil peran lebih besar lagi dalam dunia literasi. Dalam konteks itu adalah Budaya Sensor Mandiri yang telah menjadi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri (GNBSM) dan Literasi Hukum Bidang Perfilman bagi mahasiswa dab pelajar dari jurusan perfilman.
Literasi GNBSM melalui berbagai media terus digencarkan. Sosialisasi secara daring berjalan beriringan dengan sosialisasi secara luring ke berbagai daerah di Indonesia untuk menjangkau lebih banyak lagi Sahabat Sensor Mandiri di seluruh Indonesia.
LSF juga menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan berbagai perguruan tinggi untuk memperkenalkan GNBSM dan ikut mendukung program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dengan membuka peluang bagi mahasiswa untuk magang di LSF.
Di penghujung kuartal ketiga tahun 2022, LSF melakukan kolaborasi besar dengan menggandeng Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) dalam menggalakkan Budaya Sensor Mandiri bagi para penonton bioskop.
Kolaborasi itu melahirkan sosok Badak Jawa yang kemudian menjadi maskot GNBSM. Sinergi dan kolaborasi lintas sektor itu mendekati sempurna dengan dilakukannya penandatanganan nota kesepahaman antara LSF dengan Pemerintah Daerah, BUMN, dan Organisasi Profesi.
“Ini merupakan wujud nyata kepedulian banyak pihak yang ingin ambil bagian dalam menjalankan program bersama yaitu memberi literasi kepada masyarakat,” ucap Rommy. (Tri Wahyuni)