JAKARTA (Suara Karya): Pemandangan indah bukan satu-satunya elemen utama dalam pariwisata. Destinasi wisata bisa diciptakan dengan mengedepankan keunikan destinasi.
“Surabaya itu tak punya pantai atau gunung-gunung yang indah. Saat menjabat sebagai Walikota Surabaya, saya kembangkan desa-desa di daerah kerja saya untuk destinasi wisata dengan keunikannya masing-masing,” kata Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini secara daring, Kamis (2/12/21).
Pernyataan tersebut disampaikan pada acara ‘the 3rd International Conference on Tourism, Gastronomy, and Tourist Destination (TGDIC 2021) yang digelar dari kampus Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Trisakti Jakarta.
Risma menyebut 5 hal penting dalam penciptaan daerah wisata, yaitu menjaga kebersihan lingkungan, keamanan, keramahtamahan penduduknya, kemudahan dalam transportasi dan ketersediaan akomodasi.
“Lima hal itu harus dipenuhi lebih dulu. Pentingnya melakukan pendekatan dengan masyarakat setempat. Beri mereka pelatihan, bagaimana bersikap kepada tamu. Jika tamu terkesan, maka mereka bisa menjadi ‘corong’ bagi orang lain untuk datang,” tuturnya.
Menurut Risma, selama ini banyak daerah yang ‘terjebak’ oleh persepsi jika tak punya pemandangan alam bagus, maka sulit bagi daerahnya menjadi destinasi wisata. Padahal, pengembangan wisata bisa berupa berbagi hal-hal menarik yang tak terlupakan.
“Kalau alam kita tak mendukung, bisa coba kembangkan wisata gastronomi. Gali kekayaan kuliner warisan yang unik dan tidak ada di daerah lain agar menjadi kolektif memori bagi para tamu,” kata Risma yang selalu menyajikan kuliner khas ke semua tamu asing yang datang ke Surabaya kala itu.
Ia mencontohkan menu rawon, yang diubah namanya menjadi ‘black soup’. “Kalau kita sebut rawon, mereka langsung lupa namanya saat berbagi cerita. Tapi kalau black soup, karena kuahnya yang hitam tak akan dilupa. Tak ada negara lain yang punya black soup, kecuali Indonesia,” tuturnya.
Risma kembali menekankan pentingnya kebersihan toilet di fasilitas umum, maupun rumah warga. Tak perlu dibuat mewah, cukup rutin dibersihkan sehingga tidak bau dan licin. “Apalagi pada destinasi wisata desa, penting kebersihan kamar mandi di rumah warga. Hal itu akan memberi poin tinggi bagi tamu,” ucapnya.
Keberhasilan Risma lainnya adalah memanfaatkan gedung milik pemerintah yang sebelumnya disewa pengelola mall. Gedung kosong tersebut diambil alih, lalu diperbaiki untuk pelayanan umum. Ada sekitar 2 ribu hingga 3 ribu kegiatan setiap harinya.
“Akibat kosong gedungnya, terlihat kumuh dan seram. Lalu saya perbaiki untuk gedung pelayanan publik. Daerah yang dulunya dianggap mati, langsung ramai lagi dengan orang-orang yang berjualan apa saja,” ujarnya.
Menurut Risma, pariwisata merupakan industri yang harus didukung oleh semua sektor, termasuk pelayanan publik yang ramah. Termasuk keberadan sopir taksi atau angkutan kota (angkot) yang bantu promosi kepada para tamu yang datang ke Surabaya.
“Keramahan itu bisa menjadi bagian dari ‘atraksi wisata’. Untuk itu, pentingnya pendekatan kepada masyarakat dari beragam profesi yang akan mendukung keberadaan daerah wisatanya,” kata Risma menegaskan.
Contoh lainnya adalah pengembangan desa nelayan. Kampung Nelayan yang berlokasi di Kejawan Lor Kenjeran, ada di Kelurahan Kenjeran, Kecamatan Bulak, Surabaya itu dikenal sebagai Kampung Warna-Warni.
“Nelayan melaut dari Senin sampai Jumat. Pada akhir pekan, mereka melakukan kegiatan pariwisata. Pendapatan selama dua hari setara dengan pekerjaan melaut selama 5 hari,” katanya.
Risma menuturkan, pembuatan Kampung Warna Warni dilakukan pada 2016. Dibantu PT HM Sampoerna, Risma mulai melakukan penataan dan pengecetan ulang kampung nelayan ini. “Diharapkan kawasan pesisir yang cantik akan mendatangkan lebih banyak wisatawan, baik dari dalam atau pun luar daerah,” kata Risma menandaskan.
Ketua STP Trisakti, Fetty Asmaniati dalam sambutan pembukaan mengatakan, peserta konferensi menyajikan lebih banyak makalah dibanding TGDIC sebelumnya. Pada 2016, ada 65 makalah dan semua datang dari partisipan Indonesia.
Pada 2018, lanjut Fetty, ada 46 makalah dan peserta asing datang dari 2 negara. Sedangkan tahun ini, ada 64 makalah dan partisipan dari luar negeri datang dari 8 negara. “Konferensi ini menjadi ajang bagi kami untuk berbagi ilmu dan pengalaman seputar pariwisata, kuliner dan destinasi lainnya,” tuturnya.
Pernyataan senada dikemukakan Ketua Yayasan Trisakti, Mayjen (Purn) Bimo Prakoso. Katanya, konferensi tahun ini menampilkan pembicara dari Singapura, Vietnam, China, Australia dan Amerika Serikat. Para pembicara akan berbagi hasil penelitian, pengetahuan dan pengalaman.
Myrza Rahmanita selaku Ketua Panitia mengatakan “Partisipan asing dalam konferensi juga datang dari China, Switzerland, India, Portugal, Hungaria, Perancis dan Amerika. Untuk penyebarluasan hasil konferensi, kami bekerja sama dengan penerbit terkemuka, CrC Taylor and Francis.
Pembicara dalam konferensi, antara lain Hera Oktadiana, dosen STP Trisakti yang juga mengajar James Cook University, Australia; Pan Junyang daro Guilin Tourism University, China; Wantanee Suntikul daei Carl H. Lindner College of Business, University of Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat; Justin Matthew Pang dari RMIT University, Vietnam; dan Nisha Abu Bakar, Co-founder dari World Women Tourism, Founder, Elevated Consultancy & Training, Singapore. (Tri Wahyuni)