
JAKARTA (Suara Karya): Program Bangkit 2023 yang digulirkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) dan Google secara resmi dibuka pada Senin (20/2/23). Program itu diikuti sekitar 5 ribu mahasiswa.
“Program Bangkit batch pertama tahun 2023 ini akan berlangsung hingga Juni mendatang,” kata Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Diktiristek), Kemdikbudristek, Nizam usai membuka program tersebut secara virtual dari Jakarta.
Ia menjelaskan, program Bangkit yang saat ini memasuki tahun keempat semakin menarik minat mahasiswa. Jumlah pendaftar program tersebut mencapai 66 ribu mahasiswa. Dari jumlah itu, terpilih 5 ribu mahasiswa.
“Bangkit menjadi salah satu program kebanggaan kita untuk menjawab kebutuhan industri akan talenta-talenta digital,” ucap Nizam.
Program Bangkit yang digulirkan sejak 2020 menerapkan prinsip ‘industry lead’ secara konsisten memberi pelatihan berdasarkan kebutuhan dan peran aktif industri dalam mengembangkan talenta anak bangsa.
Program dirancang dengan tiga alur belajar utama, yaitu Machine Learning, Mobile Development, dan Cloud Computing. Tak terbatas pada pengembangan ‘hard skill’ dengan melewati 900 jam pelajaran ilmu Teknik Informatika (IT), para peserta juga mendapat pelatihan ‘soft skills’ dan bahasa Inggris.
Nizam menambahkan, Ditjen Diktiristek dan Google menargetkan tahun ini dapat melatih 9.000 mahasiswa, yang terbagi dalam 2 semester pelaksanaan. Jumlah itu merupakan capaian 3 kali lebih besar dari program sebelumnya.
“Diharapkan akan lahir ‘pipeline’ talenta-talenta baru yang mempercepat transformasi digital dan membawa Indonesia melesat ke masa depan. Ini kesempatan emas meraih ‘skill’ yang sangat dibutuhkan industri saat ini,” ujarnya.
Managing Director Google Indonesia, Randy Jusuf berharap, Program Bangkit dapat memberi dampak yang lebih besar dengan semakin meningkatnya jumlah peserta dibanding tahun lalu.
“Google juga ingin merangkul lebih banyak peserta perempuan, mahasiswa vokasi, penyandang disabilitas, peserta dari non-IT dan mahasiswa dari kota-kota kecil dan menengah,” kata Randy.
Google bersama Ditjen Diktiristek dan ‘founding partners’ Bangkit yaitu GoTo dan Traveloka berharap bisa mempertahankan standar emas untuk Program Kampus Merdeka ini. Standar emas diterapkan mulai dari proses seleksi hingga penyelenggaraan.
“Semoga program berdampak kepada masyarakat. Misalkan, Bangkit telah melatih lebih dari 6.000 orang, dan tersedia lebih dari 2.300 lowongan pekerjaan bagi para lulusan Bangkit,” katanya.
Ditambahkan, 90 persen lulusan Bangkit menyatakan pengalaman luar bisa setelah mengikuti program. Program tersebut juga membuka pintu untuk meraih karier pertama mereka.
“Kedepan, semoga Google bisa tetap bisa menjalin kerja sama dengan Kemdikbudristek, mitra perguruan tinggi, ‘campus affiliate’ dan perusahaan mitra untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia,” pungkas Randy.
Sementara itu, Head of Traveloka Academy, Iben Yuzenho mengungkapkan tiga alasan utama yang mendasari keputusan Traveloka untuk menjadi mitra dari program Bangkit.
Pertama, misi program sebagai wadah pembelajaran anak bangsa yang memanfaatkan teknologi sebagai upaya pemecahan masalah dan pengembangan potensi yang dimiliki Indonesia. Kedua, pendekatan program yang kolaboratif dan inklusif, baik dari pihak pemerintah maupun sektor swasta seperti industri, bahkan dari NGO (Non Government Organization).
Ketiga, peserta program berasal dari berbagai kalangan dan tidak terbatas, baik dalam sisi gender maupun lokasi pelaksanaan program.
“Para alumni Bangkit yang bekerja di Traveloka sudah sesuai dengan prinsip perusahaan, yakni ‘be resourceful and innovative’. Tak hanya adaptif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan, tetapi juga memberi inovasi baru yang berdampak terhadap pelanggan,” ujarnya.
Vice President of IT Human Capital BCA (Bank Central Asia) Athika Cornelia menyampaikan,
mayoritas lulusan Bangkit dari sisi ‘soft skill’ memiliki kekuatan dan kemampuan untuk beradaptasi baik dengan lingkungan, teknologi yang digunakan, dan proses bisnis perusahaan.
“Kami berharap mahasiswa bisa memanfaatkan ‘environment’ yang baik itu untuk meningkatkan inisiatif dan proaktifnya. Selain meningkatkan dorongan internal untuk bisa bertumbuh,” katanya. (Tri Wahyuni)