Diajak Gabung POP Lagi, Maarif NU Bilang: Tunggu Hasil Evaluasi!

0

JAKARTA (Suara Karya): Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengajak tiga organisasi pendidikan terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah, Nadhatul Ulama (NU) dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) setelah meminta maaf secara terbuka atas sikap cerobohnya dalam penetapan Program Organisasi Penggerak (POP).

Bahkan Nadiem juga memastikan bahwa dua organisasi CSR perusahaan yang dipersoalkan yaitu Sampoerna dan Tanoto Foundation tetap ikut ), namun ikut skema pembiayaan mandiri. Kegiatan mereka dalam POP nantinya tidak menggunakan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Ketua LP Ma’arif NU, Z Arifin Junaidi dalam kesempatan terpisah, Selasa (28/7/20) memberi penghargaan terhadap mantan Bos Gojek tersebut. “Permintaan maaf dari pejabat tinggi di negara kita adalah peristiwa langka. Itu merupakan sikap kesatria yang patut ditiru,” ujarnya.

Kendati demikian, Arifin menilai, akan lebih baik kalau Nadiem memperbaiki kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi. “Dia sudah mengakui kesalahan dan meminta maaf. Dia juga berjanji akan memperbaiki dan minta bimbingan. Buktikan itu semua dalam tindak nyata bukan sekedar ucapan,” katanya.

Pria yang akrab dipanggil Arjun itu menambahkan, meski sudah meminta maaf dan berjanji akan memperbaiki, namun hal itu tidak otomatis membuat LP Ma’arif NU akan bergabung dalam POP.

“Untuk evaluasi dan peninjauan kembali penerima POP itu butuh waktu. Apakah cukup waktu sampai akhir tahun untuk melaksanakan program tersebut. Beri waktu bagi Kemdikbud menyelesaikan dulu proses evaluasinya. Setelah selesai, baru kita lihat lagi apakah perlu gabung lagi atau tidak,” ujarnya.

Hal senada dikemukakan Ketua Umum PGRI, Unifah Rosyidi. Ia menilai POP sebaiknya ditunda hingga 2021. Karena waktu yang tersisa tahun ini tidak cukup untuk pelaksanaan program. “Proses evaluasi POP katanya butuh waktu 3-4 bulan. Bagaimana program bisa jalan, jika hanya ada sisa waktu 2 bulan,” ucap Unifah mempertanyakan.

Karena itu, Unifah menyarankan agar dana POP yang mencapai lebih dari setengah triliun itu dialihkan untuk membantu membantu siswa yang tidak punya kuota internet, guru/honorer atau penyediaan infrastruktur di daerah 3T (terluar, terdepan dan terpencil) demi menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi saat ini.

“Lebih baik dana yang ada untuk pembenahan pembelajaran daring. Bagaimana anak-anak yang tidak punya komputer, telepon pintar dan kuota internet itu bisa dapat pendidikan yang berkualitas di masa pandemi. Cari solusi untuk anak-anak yang tidak punya fasilitas pembelajaran itu,” kata Unifah menandaskan. (Tri Wahyuni)