JAKARTA (Suara Karya): Kondisi udara Arab Saudi yang panas dan penuh sesak orang selama musim haji, ternyata dapat menimbulkan gangguan jiwa. Hal itu terlihat pada pelaksanaan haji 2018 lalu, yang mana ada 47 jemaah Indonesia mengalami gangguan jiwa.
“Kami harap jemaah dengan gangguan jiwa selama musim haji tahun ini semakin berkurang. Kami siapkan tes kesehatan yang membuat jemaah sakit bisa gagal berangkat atau istitho’ah,” kata Menteri Kesehatan (Menkes) Nila, FA Moeloek pada seminar bertajuk “Pelayanan Kesehatan Penerbangan Haji” di Jakarta, Rabu (12/6/2019).
Nila menjelaskan, urusan kesehatan bagi jemaah menjadi penting, mengingat pada musim haji tahun lalu ada 2.366 jemaah Indonesia yang jatuh sakit saat tiba di Arab Saudi. Bahkan ada beberapa diantara mereka yang sakit parah, sehingga perlu dirujuk ke Rumah Sakit Arab Saudi.
“Begitupun saat pemulangan, ada masalah. Ada 54 jemaah harus tinggal lebih lama di Arab Saudi lantaran kondisi kesehatannya dianggap belum laik terbang. Maksudnya, pasien belum bisa duduk dengan nyaman. Karena pihak penerbangan hanya sedia kursi, tak ada setting tempat tidur,” ujarnya.
Ditanya faktor penyebab gangguan kejiwaan pada jemaah haji, Menkes menyebut salah satunya dehidrasi atau kekurangan cairan. Padahal, tubuh membutuhkan cairan untuk kerja organ. Organ, termasuk otak juga bisa jadi rusak akibat minimnya cairan yang ada dalam tubuh.
“Karena takut pipis, jemaah jadi menahan minum. Jika kondisi itu dilakukan selama di Arab Saudi yang super panas, maka tubuh akan mengalami dehidrasi. Karena itu, petugas kesehatan haji selalu mengingat jemaah untuk banyak minum dan sering menyemprot mukanya dengan air,” tuturnya.
Faktor lainnya, Menkes menambahkan, terjadinya gegar budaya. Jika jemaah sebelumnya hanya tidur dengan pasangannya, kini harus ramai-ramai. Mau makan harus antri, mau ke WC harus antri dan kegiatan lainnya yang berbeda saat di Tanah Air.
“Kondisi seperti itu bisa menimbulkan depresi pada sebagian orang. Orang yang sebelumnya dianggap sehat, saat menemukan kondisi seperti itu jiwanya menjadi terganggu,” ucap Nila yang berharap amalan ibadah haji jemaah dengan gangguan jiwa itu tetap diterima Allah SWT.
Menkes menyebutkan, ada penambahan kuota haji sebanyak 10 ribu jemaah hingga total menjadi 231 ribu jemaah pada musim haji tahun ini. Penambahan kuota itu membuat Indonesia menjadi negara dengan jumlah jemaah terbesar di dunia.
“Tantangan pelayanan kesehatan haji juga bertambah seiring meningkatnya jumlah jemaah haji risiko tinggi, beragamnya latar belakang pendidikan, etnis dan sosial budaya serta kondisi fisik,” ujar Nila.
Ditambahkan, belum lagi ditambah kondisi lingkungan Arab Saudi yang berbeda dengan kondisi di Tanah Air seperti musim, kelembaban udara, perbedaan lingkungan sosial budaya, keterbatasan waktu perjalanan ibadah haji dan kepadatan populasi jemaah haji pada saat wukuf di Arafah maupun melontar jumrah di Mina.
“Semua itu dapat berdampak terhadap kesehatan jemaah haji,” ucap Nila yang pada kesempatan itu didampingi Kepala Pusat Kesehatan Haji, Kemkes, Eka Jusup Sinka.
Karena itu, Nila berharap pelayanan kesehatan penerbangan haji tahun ini dapat berjalan lebih baik. Petugas Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) diharapkan mampu memberi pelayanan kesehatan yang optimal. Saat ini jumlah TKHI sebanyak 1.521 orang dan 306 Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) bidang kesehatan.
“Mereka diharapkan melakukan sosialisasi dalam bentuk promotif dan preventif kepada jemaah di tingkat kabupaten/kota pada tahap awal dan selama masa tunggu,” katanya.
Ditambahkan, jemaah juga dapat melakukan konseling kesehatan untuk mengendalikan faktor risiko kesehatan, berdasarkan hasil pemeriksaan di Tanah Air maupun di Tanah Suci. (Tri Wahyuni)