Suara Karya

Diingatkan, Kasus Positif Covid-19 Didominasi Klaster Kumpul Orang Muda

(Suarakarya.co.id/Tri Wahyuni)

JAKARTA (Suara Karya): Pasien positif corona virus disease (covid-19) saat ini didominasi anak muda usia 19-31 tahun. Klaster penularannya adalah orang muda yang berkumpul.

Demikian dikemukakan Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Sonny Harry B Harmadi dalam acara ‘Bincang Sore’ yang digelar Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) secara virtual, Jumat (11/9/20).

Narasumber lain dalam acara tersebut adalah Sekretaris Pengurus Pusat Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (NU), Alissa Wahid dan
Ketua Subbidang Edukasi Perubahan Perilaku, Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Harris Iskandar.

Sonny mengemukakan, hingga saat ini banyak anak muda masih abai terhadap protokol kesehatan, karena yakin dirinya tak mungkin tertular covid-19. Bahayanya, kebanyakan dari mereka adalah orang tanpa gejala (OTG) yang tanpa disadari menulari orang lain.

“Karena itu, pentingnya edukasi seputar covid-19 melalui jalur pendidikan. Dibutuhkan perubahan perilaku di kalangan anak muda dan anak sekolah, untuk patuh terhadap protokol kesehatan agar tidak menulari keluarga maupun lingkungan rumahnya,” ucapnya.

Ditegaskan, setiap orang saat keluar rumah diminta untuk melakukan 3M, yaitu menggunakan masker, mencuci tangan secara berkala atau memakai hand sanitizer serta menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain.

“Menerapkan 3 M sangat berguna untuk meminimalisir penularan covid-19, yang kasus positifnya belum surut di Indonesia. Risiko tertular akan berkurang hingga 85 persen jika kita menerapkan 3M tersebut,” kata Sonny.

Keterlibatan dunia pendidikan dalam edukasi covid-19 diperlukan, karena ada 649 ribu satuan pendidikan, 4 juta guru, 69 juta peserta didik serta 43 juta keluarga peserta didik yang berpotensi menjadi agen perubahan perilaku.

“Totalnya hampir 115 juta orang dalam komunitas pendidikan. Jika kita bisa mengintervensi perilaku mereka, maka dampaknya akan besar sekali,” ucapnya.

Ia mencontohkan, kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), dimana guru dapat memberi edukasi 3M secara berulang-ulang atau memasang video edukatif sebelum belajar. Dengan demikian, siswa akan selalu mengingat dan mempraktikkannya sebagai nilai baru.

Hal senada dikemukakan Sekretaris Pengurus Pusat Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (NU), Alissa Wahid. Katanya, perilaku itu adalah apa yang tampak. Tapi, dibawahnya ada hal-hal yang mempengaruhi kenapa perilaku itu terjadi.

“Jika kita masuk ke cara pikirnya, maka kita bisa membentuk perilaku baru,” tutur Alissa.

Sementara itu, Ketua Subbidang Edukasi Perubahan Perilaku, Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Harris Iskandar menyatakan, orang yang telah berubah perilaku akan menjadi agen perubahan. Ia bisa menegur teman sekitarnya yang tidak memakai masker. Ini membantu penyebaran covid-19 akan melambat.

“Sekolah memiliki peran untuk mendidik siswa mengubah perilakunya. Namun, tetap dibutuhkan kerja sama semua pihak, mulai dari orangtua, guru, pemerintah dan masyarakat agar laju penularan covid-19 semakin menurun,” kata Harris.

Kepala BKHM Kemdikbud, Evy Mulyani mengemukakan, Kemdikbud mendorong upaya perubahan perilaku komunitas pendidikan dengan berbagai langkah nyata, seperti materi edukasi 3M di lingkungan pendidikan. Materi tersebut dapat diakses gratis pada laman resmi Kemdikbud yaitu bersamahadapikorona.kemdikbud.go.id.

“Materi itu juga dapat menjadi bahan pembelajaran oleh orangtua dan guru untuk mengedukasi anak,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Evy, pada awal September Kemdikbud juga menerbitkan Surat Sekretaris Jenderal Kemendikbud Nomor 77106/A.A7/EP/2020 tentang Pelaksanaan edukasi 3M. Surat itu berisi imbauan bagi dinas pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota, serta pimpinan perguruan tinggi agar seluruh satuan pendidikan melakukan edukasi 3M secara konsisten dan berulang.

“Kebijakan tersebut mencerminkan prinsip Kemendikbud mengenai pembelajaran masa pandemi, yaitu mengutamakan keselamatan dan kesehatan komunitas pendidikan, serta tumbuh kembang dan kondisi psikososial peserta didik,” tuturnya.

Alissa Wahid membeberkan pengalaman saat jajak pendapat dengan para santri di pondok pesantren. Hasilnya perilaku yang sulit diubah adalah berkumpul dan berkerumun. “Mengubah perilaku itu perlu perubahan pola pikir. Selain itu, harus ada mekanisme pengukuran agar perubahan dapat diketahui,” katanya.

Sonny mengemukakan, Satgas Covid-19 tengah menyusun berbagai kegiatan edukasi perubahan perilaku dengan melibatkan media massa. Salah satunya, mendorong radio membuat jingle iklan layanan masyarakat yang mudah diingat. Iklan tersebut terus menerus disiarkan sehingga masyarakat mengingat pesan perubahan perilaku yang disampaikan.

Pergerakan manusia, lanjut Sonny, adalah faktor terbesar penularan covid-19. Karena itu, kepatuhan akan penerapan tiga protokol kesehatan adalah mutlak untuk mengendalikan laju penularan. (Tri Wahyuni)

Related posts