Diluncurkan MB Episode ke-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia

0

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar (MB) Episode ke-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia.

Program itu fokus pada pengiriman buku bacaan bermutu untuk jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Sekolah Dasar (SD) yang disertai pelatihan bagi guru.

Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim menyampaikan, Merdeka Belajar Episode ke-23 diluncurkan untuk menjawab tantangan rendahnya kemampuan literasi anak Indonesia, akibat rendahnya kebiasaan membaca sejak dini.

“Penyebab rendahnya kebiasaan membaca akibat kurang atau belum tersedianya buku bacaan yang menarik minat siswa,” kata Mendikbudristek dalam peluncuran MB Episode ke-23 di Kantor Kemdikbudristek, Jakarta (27/2/23).

Mendikbudristek menjelaskan, pengiriman buku ke sekolah bukan kebijakan yang baru pertama kali dilakukan Kemdikbudristek. Namun, terobosan dilakukan pada sejumlah hal, mulai dari jumlah eksemplar, judul buku, jenis buku, pendekatan dalam distribusi buku, sampai pemilihan sekolah penerima pengiriman buku.

Pada 2022, Kemdikbudristek menyediakan lebih dari 15 juta eksemplar buku bacaan bermutu disertai pelatihan dan pendampingan untuk lebih dari 20 ribu PAUD dan SD yang paling membutuhkan di Indonesia.

“Ini adalah program pengiriman buku dengan jumlah buku dan jumlah penerima yang terbesar sepanjang sejarah Kemdikbudristek. Yang terpenting, pelatihan dan pendampingan untuk membantu sekolah memanfaatkan buku-buku yang diterima,” tuturnya.

Lewat pelatihan, Mendikbudristek berharap guru dan pustakawan sekolah bisa memahami kegunaan buku yang diterima, sehingga tidak ada buku yang menumpuk di perpustakaan karena tidak dimanfaatkan.

Terobosan dalam pengiriman buku ini dirancang berdasarkan situasi di lapangan yang harus segera ditangani. Karena hasil Asesmen Nasional (AN) 2021, Indonesia saat ini sedang darurat literasi, yakni satu dari dua peserta didik jenjang SD sampai SMA belum mencapai kompetensi minimum literasi.

Hal itu selaras dengan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) yang selama 20 tahun terakhir menunjukkan skor literasi anak Indonesia masih rendah dan belum meningkat secara signifikan.

“Kemampuan literasi peserta didik Indonesia masih berada di bawah rata-rata kemampuan peserta didik dari negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD),” ucap Mendikbudristek.

Fakta lain yang ditunjukkan dari hasil AN adalah kesenjangan pada kompetensi literasi. Masih cukup banyak sekolah, terutama di kawasan 3T memiliki peringkat literasi dan numerasi pada level satu atau sangat rendah.

“Sekolah di level satu dan di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) membutuhkan intervensi khusus, sehingga kami jadikan sebagai satuan pendidikan penerima buku bacaan bermutu ini,” ujar Nadiem.

Peningkatan kompetensi literasi tidak dapat dilakukan hanya dengan mengirim buku ke sekolah tanpa pendampingan. Untuk itu, Kemdikbudristek memfasilitasi sekolah dengan pelatihan dan pendampingan agar buku yang dikirimkan dapat dimanfaatkan secara tepat.

Pendekatan itu, menurut Mendikbudristek sudah terbukti mampu meningkatkan kompetensi literasi peserta didik.

Penelitian dilakukan pada responden siswa kelas 1-3 SD, pelatihan yang menyertai pengiriman buku bacaan meningkatkan nilai literasi siswa sebanyak 8 persen pada kemampuan membaca dan 9 persen pada kemampuan mendengar.

Lebih dari itu, salah satu fokus utama dalam meningkatkan literasi adalah pemilahan buku yang tepat. Buku bacaan yang dikirim ke sekolah terdiri dari buku-buku yang berperan sebagai jendela, pintu geser dan cermin bagi pembaca anak,” katanya.

Buku pada peran sebagai jendela membantu pembaca melihat pengalaman baru yang berbeda dari kehidupannya melalui kejadian yang dialami tokoh cerita.

Salam perannya sebagai pintu geser, buku membawa pembaca untuk berimajinasi dan mengeksplorasi dunia baru melalui ilustrasi dan cerita fantasi. Buku berperan sebagai cermin untuk merefleksikan pengalaman hidupnya sendiri melalui cerita dalam buku.

Terobosan MB Episode ke-23 diluncurkan untuk melengkapi tiga terobosan Merdeka Belajar sebelumnya yang berfokus pada peningkatan literasi peserta didik. Pertama adalah program Kampus Mengajar yang menjadi bagian dari Merdeka Belajar episode ke-2.

Mahasiswa yang menjadi peserta program Kampus Mengajar dikirim ke sekolah di daerah untuk membantu peningkatan kemampuan literasi dan numerasi peserta didik. Sejak diluncurkan pada 2020, sudah ada lebih dari 90 ribu mahasiswa peserta program Kampus Mengajar di 20 ribu sekolah.

Kedua, Organisasi Penggerak sebagai Merdeka Belajar episode ke-4. Melalui program ini, 156 lembaga dan organisasi yang bergerak di bidang pendidikan telah mendampingi sekolah untuk mengembangkan penguatan literasi.

Ketiga adalah Kurikulum Merdeka sebagai Merdeka Belajar episode ke-15 yang memberi keleluasaan bagi guru untuk memanfaatkan buku-buku bacaan sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan.

Program Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia adalah hasil kolaborasi berbagai unit utama di Kemdikbudristek, antara lain Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa; Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP); Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Ditjen PAUD Dikdasmen); dan Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK).

Merdeka Belajar Episode ke-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia mendapat apresiasi dari pimpinan pemerintahan.

Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian mendukung penyediaan buku bacaan bermutu oleh Kemdikbudristek. Hal itu merupakan bagian penting dalam upaya menumbuhkan budi pekerti.

Selain itu, Kepala Perpustakaan Nasional, Muhammad Syarif Bando juga mendukung kebijakan Merdeka Belajar Episode ke-23. Program ity sangat mulia dan bagus karena akan melibatkan perpustakaan di sekolah guna mempercepat terwujudnya kualitas SDM sesuai RPJM. (Tri Wahyuni)