
JAKARTA (Suara Karya): Pembangunan bidang konstruksi di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Apalagi pemerintah terus melancarkan proyek strategis nasional mulai dari pembangunan jalan tol Tran Sumatra, IKN dan proyek lain yang dilakukan pihak swasta.
Gencarnya pekerjaan konstruksi seperti gedung bertingkat, pabrik, pekerjaan infrastruktur jalan dan jembatan, semua itu memerlukan teknologi, metode kerja dan material.
Material konstruksi sebagai salah satu komponen dalam pembangunan sangat penting, agar pekerjaan konstruksi yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik.
Menurut pemilik CV John hi-tech Contrindo, Prof Dr Jonbi, sejak 10 tahun terakhir untuk pekerjaan konstruksi terkait dengan pekerjaan beton telah menggunakan material maju yang dikenal dengan kimia konstruksi seperti admixture, waterproofing, concrete repair, epoxy dan sebagainya.
“Penggunaan material itu terbukti sangat membantu mutu bangunan gedung dan infrastruktur yang menjadi lebih berkualitas,” kata pria pemilik gelar Guru Besar Universitas Pancasila, di Jakarta, Jumat (10/2/23).
Namun, Jonbi menyayangkan, produsen material kimia konstruksi hingga saat ini masih dikuasai pihak asing. Beberapa perusahaan asing yang menguasai pasar material kimia konstruksi di Indonesia, antara lain PT Sika Indonesia, PT Fosroc Indonesia dan PT BASF.
“Ketika perusahaan asing menguasai pasar material kimia konstruksi di Indonesia, maka negara ini hanya menjadi pasar saja,” ujarnya.
Untuk itu, menurut Jonbi, pemerintah perlu mendukung produsen lokal produk material kimia konstruksi. Sehingga Indonesia tak lagi tergantung pihak luar untuk pengadaan material dan penetapan harga material kimia konstruksi.
“Jika produk semacam kimia kontruksi bisa dikembangkan anak bangsa, hal itu akan sangat berpengaruh terhadap penyelesaian proyek-proyek yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Karena Indonesia sejatinya memiliki banyak peluang untuk mengembangkan dan memproduksi material kimia konstruksi. Indonesia memiliki sumber daya alam berupa pasir silika dan semen yang merupakan bahan utama material kimia kontruksi.
Disebutkan, sejumlah daerah seperti Bangka, Lampung, Kalimantan dan Papua memiliki yang memilili potensi sumber pasir silika yang sangat besar, namun belum dimanfaatkan menjadi material yang bernilai.
Data hingga akhir tahun 2021, ditambahkan, penjualan kimia konstruksi di Indonesia mencapai angka Rp3 triliun.
“Sayangnya hingga kini untuk menjadi produsen material kimia konstruksi, kita masih terkendala oleh pemahaman yang keliru di masyarakat,” katanya.
Pemahaman keliru itu, antara lain, selalu ditanamkan pemikiran oleh pihak asing kepada pelaku konstruksi di Indonesia bahwa membuat material kimia konstruksi harus berteknologi tinggi (Hi-Tech), harus modal besar sehingga dikesankan bangsa Indonesia tidak akan mampu.
Di berbagai kesempatan, lanjut Jonbi, pemerintah terus-menerus mengkampanyekan penggunaan material produk dalam negeri, meski hasilnya hingga kini masih jauh dari harapan.
Padahal, lanjut Jonbi, banyak produsen lokal yang bisa diajak berkontribusi dalam pembangunan dengan kimia kontruksi. Satu diantaranya, JHC yang telah berpengalaman lebih dari 30 tahun sebagai produsen kimia konstruksi.
“JHC memiliki produk mulai dari Waterproofing, Grouting, Epoxy dan Material Repair. Kami juga buka peluang bagi pengusaha daerah yang berminat menjadi produsen kimia konstruksi melalui program franchise,” ujarnya.
Ia berharap program kemitraan itu akan memicu pertumbuhan ekonomi di daerah. Pada akhirnya Indonesia akan mencapai kemandirian bangsa. (Tri Wahyuni)