Diterpa Isu Mosi Tidak Percaya, Ketua Umum PGRI: Kontestasi Politik Jelang Kongres!

0

JAKARTA (Suara Karya): Diterpa isu mosi tidak percaya, Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi mengaku santai saja. Manuver yang dilakukan sejumlah oknum pengurus itu biasa terjadi jelang kongres.

“Semacam kontestasi politik jelang kongres. Padahal, kalau mau maju silakan, tetapi jangan merusak tatanan organisasi,” kata Unifah kepada wartawan, di Jakarta, Sabtu (17/6/23).

Unifah menambahkan, ia hanya ingin menyelesaikan masa jabatannya dengan baik. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, mulai dari persoalan guru honorer hingga peningkatan kualitas bagi sekitar 3 juta guru anggota PGRI di seluruh Indonesia.

“Saya tak ada niatan untuk memperpanjang masa kepengurusan, karena hal itu melanggar AD/ART organisasi PGRI. Malah kalau mau, kongres dipercepat sebelum pemilihan presiden untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,” ucapnya.

Isu mosi tidak percaya atas kepemimpinan Unifah Rosyidi terjadi setelah agenda Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) yang digelar hybrid dari Kantor PGRI Tanah Abang Jakarta, pada 15 Juni 2023 lalu.

Rakornas tersebut menimbulkan prasangka dari beberapa oknum pengurus PGRI, baik di tingkat provinsi maupun PB PGRI. Mereka beranggapan, tahun politik 2024 akan dijadikan alasan bagi kepemimpinan Prof Unifah untuk memperpanjang masa kepengurusan hingga akhir 2024.

“Setelah konsultasi dengan beberapa pihak, kongres malah mau dimajukan pada Maret 2024, meski masa jabatan saya berakhir Juli 2024. Karena waktunya bertepatan dengan jadwal masa sanggah hasil Pilpres. Pasti situasinya tenang,” katanya.

Prof Unifah menilai, terlalu tergesa-gesa jika membahas masalah suksesi kepemimpinan PB PGRI periode mendatang. Karena masa kepemimpinannya masih ada sekitar satu tahun lagi.

“Siapapun anggota PGRI yang memang berminat menjadi pengurus PB PGRI untuk menempuh cara yang benar sesuai aturan organinisasi,” tuturnya.

Unifah mengaku agak kaget adanya isu mosi tidak percaya ini. Karena, hampir tidak pernah persoalan rumah tangga diumbar kemana-mana apalagi sampai berpotensi memecah belah PGRI dalam satu ikatan keluarga dan organisasi.

“PGRI selalu berpedoman pada AD/ART dan mengedepankan musyawarah untuk mufakat adalah bagian dari etika yang selalu dipegang teguh,” katanya menegaskan.

Sejarah mencatat PGRI lahir, tumbuh, dan berkembang seirama dengan dinamika perkembangan bangsa dan negara Indonesia. Siapapun yang mengetahui sejarah PGRI, maka ia akan paham bahwa organisasi itu dibangun dari kesadaran dan hasrat untuk bersatu.

“Kalaupun terjadi dinamika, friksi, ataupun perbedaan pendapat antar pengurus dan berbagai kelompok kepentingan, hal itu masih sebatas pada persaingan internal dan biasa diselesaikan secara internal organisasi,” ucap Unifah menandaskan. (Tri Wahyuni)