Ditjen Dikti Percepat Pendayagunaan Nakes untuk Penanganan Pandemi

0

JAKARTA (Suara Karya): Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) bekerja sama Kementerian Kesehatan percepat pendayagunaan tenaga kesehatan (nakes) untuk penanganan pandemi covid-19.

“Untuk tenaga dokter, kebutuhan itu akan dipenuhi dari program internsip yang lulus tahun ini. Jumlahnya mencapai 13 ribu orang, termasuk tenaga dokter spesialis,” kata Dirjen Dikti, Nizam dalam siaran pers, Minggu (18/7/31).

Nizam menjelaskan, nakes strategis untuk penanganan covid-19 yaitu dokter, perawat dan bidan. Tenaga kesehatan itu akan bertugas baik sebagai perawat pasien, maupun tenaga vaksinator.

“Perguruan tinggi setiap tahun menghasilkan sekitar 11 ribu dokter profesional. Ada sekitar 13 ribu dokter program pendidikan spesialis dan dokter internship yang dapat pelatihan khusus yang akan lulus tahun ini. Mereka diharapkan bisa segera memenuhi kebutuhan nakes untuk penanganan pandemi covid-19,” tuturnya.

Ditambahkan, percepatan kesiapan dokter internsip telah dilakukan lewat program percepatan penerbitan sertifikat profesi dari perguruan tinggi, sertifikat kompetensi dari organisasi profesi dan surat tanda registrasi dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Ada sekitar 3.300 lulusan baru yang mengikuti Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) pada Mei 2021 lalu.

Selain dokter, lanjut Nizam, diperlukan juga akselerasi pendayagunaan bagi 16.000 tenaga perawat dan bidan untuk memenuhi kebutuhan di wilayah Jawa dan Bali.

“Kami telah berkoordinasi dengan asosiasi institusi pendidikan dan organisasi profesi untuk menggerakkan sekitar 28 ribu lulusan prodi keperawatan dan kebidanan. Mereka lulusan uji kompetensi periode Juni 2021 dari wilayah Jawa dan Bali,” katanya.

Nizam juga menyatakan telah berkoordinasi dengan Komite Nasional Uji Kompetensi Mahasiswa bidang Kesehatan untuk percepatan pelaksanaan uji kompetensi nasional yang dijadwalkan pada Agustus dan September 2021. Lulusan dapat segera mengabdi untuk penanganan pandemi covid-19.

Kemendikbudristek juga menggerakkan Fakultas Kedokteran (FK) dan program studi (prodi) kesehatan untuk mendukung upaya percepatan vaksinasi bagi guru dan tenaga pendidikan. Selain mendukung gerakan Vaksinasi Merdeka yang dikoordinasikan Polda Metro Jaya.

“Hingga saat ini terdata lebih dari 30 ribu relawan vaksinator dari FK, Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri (RSPTN) dan prodi kesehatan,” ucapnya.

Kemendikbudristek dan Kemkes sedang menyiapkan berbagai regulasi untuk mengatur kewenangan pelayanan, perlindungan keselamatan dan hukum, serta insentif untuk para relawan.

Belajar dari pengalaman menangani covid-19 dalam 1,5 tahun terakhir, lanjut Nizam, pihaknya melakukan bisa melakukan evaluasi pendidikan kedokteran dan kesehatan dengan menghadirkan kurikulum yang adaptif untuk penanganan pandemi dan tantangan kesehatan global.

Pendidikan kedokteran dan kesehatan sebagai bagian dari pendidikan tinggi, selalu mendapat perhatian khusus dari pemerintah, terutama sejak terbitnya UU No 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran, UU No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No 38/2014 tentang Keperawatan dan UU No 4/2019 tentang Kebidanan.

“Kebijakan sistem penjaminan mutu pendidikan kedokteran juga sangat holistik dan komprehensif, sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran, yang melibatkan peran semua pemangku kepentingan pendidikan kedokteran,” ujarnya.

Saat ini terdapat 91 Fakultas Kedokteran (FK), dimana 30 persen prodi kedokterannya terakreditasi A, dan 47 persen terakreditasi B oleh Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan (LAM-PTKes).

Selain akreditasi, penjaminan mutu lulusan juga dilakukan melalui uji kompetensi nasional (UKMPPD). Hasil UKMPPD hingga saat ini menunjukkan perkembangan yang baik dan mengindikasikan bahwa intervensi UKMPPD mendorong perbaikan input dan proses pembelajaran di setiap FK.

Sejak 2014, UKMPPD telah dihasilkan sekitar 70 ribu dokter. Persentase kelulusan UKMPPD membaik setiap tahunnya, yaitu 80 persen pada akhir 2020. Upaya penanganan retaker UKMPPD dilakukan melalui program nasional bimbingan khusus dengan pendekatan peer-mentor yang dikoordinasikan oleh Asosisasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI).

“Saat ini terdata ada sekitar 1.500 retaker dari total dokter yang lulus sejak 2014, tetapi masih mengikuti UKMPPD,” ucapnyam

Hasil kajian AIPKI dan pakar pendidikan kedokteran tentang dampak UKMPPD dikatakan, UKMPPD dipersepsi oleh masyarakat dapat memenuhi fungsi standarisasi lulusan, peningkatan kualitas pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan.

Ditjen Dikti juga telah melakukan kajian dengan pakar pendidikan kedokteran dan pemangku kepentingan berbasis evaluasi UKMPPD selama ini. Hasilnya, pembaruan sistem asesmen nasional melalui programmatic assesment (uji tahap dan portfolio) yang diharapkan dapat mendorong sekaligus percepatan implementasi sistem seleksi mahasiwa baru secara nasional untuk setiap FK.

Di sisi lain, pendidikan kedokteran dan kesehatan telah melakukan adaptasi dengan baik melalui pendekatan praktik kolaboratif (collaborative practice) dan pendidikan intraprofesional (interprofessional education) dalam kurikulum pendidikan kedokteran. Pendekatan itu sangat tepat diaplikasikan dalam penanganan pandemi covid-19.

“Kolaborasi antara dosen, mahasiswa dan pimpinan perguruan tinggi sangat penting dalam implementasi kurikulum adaptif ini,” katanya.

Dengan demikian, menurut Nizam, mahasiswa dapat berperan relevan dengan capaian pembelajarannya, serta mendapat pendampingan yang efektif dari para dosen. (Tri Wahyuni)