Ditjen Diktiristek Luncurkan Panduan Baru P2M di Perguruan Tinggi

0

JAKARTA (Suara Karya): Ditjen Pendidikan Tinggi, Ristek dan Teknologi (Diktiristek), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) meluncurkan panduan Program Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P2M) di Perguruan Tinggi 2022.

“Panduan baru P2M di perguruan tinggi ini sudah disesuaikan dengan Rencana Induk Riset Nasional (RIRN), agar bisa diakselerasikan secara bersama-sama,” kata Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Diktiristek, Nizam peluncuran Panduan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2022, Senin (13/12/21).

Arahan Presiden Joko Widodo tentang arah fokus riset nasional, mendorong Ditjen Diktiristek mengubah arah kebijakan riset di perguruan tinggi, meliputi ‘Green Economy’, ‘Blue Economy’, ‘Digital Economy’, Pariwisata dan Kemandirian Kesehatan.

“Pengembangan inovasi ke depan sesuai arahan presiden dan kebutuhan nasional untuk membangun Indonesia yang lebih unggul, produktif dan inovatif,” ucap Nizam menegaskan.

Ditambahkan, program P2M akan disinergikan dengan pengembangan talenta inovasi masa depan, seperti riset, mahasiswa membangun desa, atau studi mandiri. Program tersebut akan diintegrasikan dengan Program dalam P2M.

“Guna mendorong akselerasi riset di perguruan tinggi, perlu kolaborasi antara kampus dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta lembaga-lembaga riset di luar perguruan tinggi, agar hasilnya lebih maksimal,” ucapnya.

Nizam menilai, perlu juga disiapkan pool talenta inovasi dengan memanfaatkan program Kampus Merdeka guna memperkuat riset, atau sebaliknya. Bagaimana memanfaatkan riset untuk memperkuat Kampus Merdeka.

“BRIN membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk melakukan riset di pusat-pusat riset di berbagai daerah di Indonesia. Targetnya ada sekitar 10 ribu mahasiswa menjadi peneliti dan pengabdi masyarakat pada 2020,” kata Nizam.

Upaya lainnya, Nizam menyebut Program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU). Program tersebut mendorong mahasiswa S1 yang potensial secara akselerasi dapat melanjutkan pendidikan hingga jenjang doktor melalui bimbingan para profesor dan peneliti unggul.

Program P2M juga dapat disinergikan melalui program ‘Master dan Doctor by Research’. Program itu menyiapkan para peneliti muda baik dari BRIN, lembaga penelitian lainnya, maupun perguruan tinggi agar dapat melakukan riset ‘leading to PhD’ kerja sama perguruan tinggi unggul dan pusat-pusat riset nasional.

Untuk skema pendanaan P2M di perguruan tinggi pada 2022, Nizam menyebut terbagi dalam 3 skema. Pertama, skema matching fund melalui Kedaireka untuk aneka riset yang sudah siap dihilirisasi ke industri.

Kedua, skema kompetisi P2M untuk riset dalam agenda RIRN dan pengembangan keilmuan, dan ketiga adalah skema desentralisasi. “Kami berharap kegiatan P2M melibatkan banyak mahasiswa dan dunia usaha dunia industri (DUDI) sejak dari hulu, agar agenda riset di perguruan tinggi relevan dengan kebutuhan industri,” ucapnya.

Nizam pun berharap program P2M dapat memanfaatkan program peningkatan kompetensi dosen yang ada di Direktorat Sumber Daya seperti ‘post doctoral’, ‘same’, ‘world class professor'(WCP) atau ‘sabbatical leave’.

“Selama riset, kampus bisa mengundang post doctoral dari dalam maupun luar negeri, dan para profesional dari lembaga-lembaga riset baik di dalam maupun luar negeri. Program WCP, misalkan, didatangi 70-100 profesor luar neger untuk meningkatkan kualitas riset dan publikasi,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Wikan Sakarinto meminta perguruan tinggi vokasi dapat memposisikan diri dengan panduan P2M di perguruan tinggi yang baru.

“Bukan untuk memisahkan, tetapi justru saling mengisi dan menguatkan antara riset yang ada di vokasi dengan riset akademis,” katanya.

Bahkan, hasil riset di vokasi akan lebih baik karena ada kekuatan ‘teaching factory dan workshop yang bisa diarahkan menjadi tempat produksi untuk ‘small production’ bersama industri. Riset-perguruan tinggi berkolaborasi dengan vokasi juga, itu aoan luar biasa,” katanya.

Wikan menjelaskan secara detail tentang panduan dari riset dan pengabdian masyarakat untuk vokasi, yang terbagi dalam 3 level riset, yaitu dasar, terapan dan pengembangan. Untuk riset dasar dan terapan, ia menyebut outputnya lebih pada visibility studi atau analisis pasar.

“Jangan sampai terlalu banyak produk yang digelontorkan dari dana riset yang besar, tetapi produk itu hanya tersimpan di laboratorium atau kampus. Jika bisa direalisasikan ke pasar atau ke industri, maka berdampak signifikan bagi masyarakat,” katanya.

Ditambahkan, mindset yang harus dipahami dan diwujudkan dalam regulasi riset vokasi untuk dasar dan terapan yang ujungnyamenghasilkan analisa pasar dan prototipe. (Tri Wahyuni)