
JAKARTA (Suara Karya): Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) menggagas pemberian stimulus kepada pelaku budaya melalui platform keuangan digital, QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).
“QRIS dibuat karena kami kesulitan saat harus transfer dana bantuan ke pelaku budaya, terutama para pemusik. Karena banyak dari mereka yang tak punya rekening bank,” kata Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Judi Wahjudin saat taklimat media secara virtual, Kamis (29/4/2021).
Judi menjelaskan, bantuan dana diberikan kepada pelaku seni budaya karena kehilangan ruang untuk berekspresi selama pandemi. Bantuan tersebut terhambat karena pelaku budaya tak punya nomor rekening bank.
“Karena pakai nomor rekening bank yang tidak sama dengan penerima bantuan, prosesnya jadi terhambat. Lalu digagas menggunakan QRIS yang proses pengurusan rekeningnya lebih sederhana dibandingkan bank,” ujarnya.
Ditambahkan, sebelum memakai QRIS, apresiasi kepada pemusik jalanan dilakukan dengan sistem QR Code pada 2019. Akurasi data pemusik dilakukan bersama Institut Musik Jalanan (IMJ). Pembuatan QR Code bekerja sama dengan salah satu financial technology (fintech).
“Musisi jalanan yang telah terakurasi dapat QR Code guna mendapat fasilitas apresiasi baik kegiatan pertunjukan musik offline maupun online melalui scan barcode lewat handphone masing-masing,” katanya.
Judi menceritakan, kerja sama dengan IMJ berlanjut hingga 2020 namun tidak lagi menggunakan QR Code. Kegiatan itu berlangsung secara masif lewat berbagai program pertunjukan via online, dengan menerapkan sistem apresiasi baru berbasis QRIS. Hal itu membuat para pelaku seni budaya lainnya tertarik untuk bergabung.
Hal itu selaras dengan apa yang diamatkan UU Pemajuan Kebudayaan yaitu upaya pengembangan dan pemanfaatan teknologi untuk pemajuan kerja-kerja kebudayaan. QRIS menjadi sarana transaksi keuangan yang lebih mudah diaplikasikan oleh para pelaku seni budaya yang selama ini agak kaku dengan sistem perbankan.
“Pertunjukan yang digelar bisa dilakukan di berbagai platform sosial media yang mereka miliki. Melalui sosialisasi QRIS yang baik, para pelaku seni budaya mendapat pengetahuan tentang digitalisasi keuangan, yaitu bagaimana tata kelola keuangan berbasis digital,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, QRIS dapat dipakai sepanjang yang dibutuhkan baik melalui pertunjukan secara langsung maupun tidak langsung, tetapi pembayaran tiket dilakukan melalui QRIS atau dibaca keris.
QRIS sudah diuji coba Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan bersama IMJ, Bank Rakyat Indonesia serta Pemkot Yogyakarta. Layanan Uji Pentas QRIS dilakukan pada 30 Maret 2021 di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.
“Tidak kurang dari 100 seniman yang berdomisili Yogyakarta, Klaten, Purworejo hingga Semarang ikut kegiatan tersebut, termasuk beberapa nama besar seniman jalanan Yogyakarta seperti Terang Bulan, Starlight Rock, Sarcastic, hingga youtuber seperti Felix dan Tami Utami,” tuturnya.
Berbagai genre seni musik ikut dalam uji pentas pada kegiatan ini seperti tradisi, pop, jazz, solo vocal, orkes hingga trash metal. Setelah melakukan uji pentas, seniman jalanan diwawancarai tim kurator dari IMJ yang digawangi Andi Malewa apakah dinilai layak mendapat layanan QRIS.
Data pemusik yang layak kemudian diberikan kepada Bank Rakyat Indonesia cabang Kemdikbud, selaku penyelanggara layanan QRIS untuk dibuatkan rekening baru serta layanan QRIS bagi para pelaku budaya. (Tri Wahyuni)