DJSN: Regulasi JSN Ketenagakerjaan Harus Segera Diperbaiki

0

JAKARTA (Suara Karya): Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menilai masih banyak perbaikan regulasi pada Bidang Jaminan Sosial Nasional Ketenagakerjaan. Hal itu didapat dari hasil monitoring dan evaluasi (Monev) DJSN pada semester II 2020 dan semester  I 2021.

Ketua Komisi Penyiapan Kebijakan DJSN Iene Muliati, mengatakan perbaikan regulasi harus dilakukan cukup luas dalam berbagai bidang, diantaranya pengaturan jaminan perlindungan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN), pekerja migran Indonesia, pengambilan JHT, dan pekerja rentan.

Untuk sektor informal lanjut Iene, cakupan pekerja yang merupakan jumlah pekerja terbesar memerlukan upaya extra-ordinary dengan pendekatan khas. Hal ini dilakukan agar tetap dapat melindungi para pekerja yang jumlahnya sangat jauh melebihi pekerja sektor formal.

Selain itu, Dia juga menyampaikan pentingnya pembenahan database kepesertaan yang belum juga tuntas selama bertahun-tahun dan memerlukan keseriusan prioritas penanganannya.

“Khusus pekerja migran Indonesia (PMI) diperlukan penguatan pelayanan bagi mereka yang belum cukup terlindungi,” katanya di Jakarta, Rabu (5/5/2021).

Menurutnya, masih diperlukan sosialisasi terkait manfaat-manfaat program BP Jamsostek secara langsung

kepada peserta. Penyiapan sistem IT yang andal guna memastikan proses dan prosedur pendaftaran peserta,

pembayaran iuran, pengecekan saldo jaminan hari tua dan pengajuan klaim tidak mengalami hambatan.

Namun, kondisi geografis juga menjadi tantangan dalam menyediakan jaringan untuk mendukung sistem IT dan online system berjalan baik.

Program jaminan pensiun mendapat perhatian dan diminati oleh perusahaan, terutama perusahaan yang belum memiliki perlindungan pekerja melalui lembaga pensiun sendiri.

Timbulnya resiko kerugian besar, baik realized maupun unrealized, merupakan hal yang wajar karena dinamika pasar modal. Tetapi, tinjauan terhadap sistem dan mekanisme pengambilan keputusan dan pengendalian resiko, serta pelaksanaannya, tetap diperlukan untuk menguji kewajaran tersebut.

Adapun poin penting dari hasil Monev DJSN adalah:

1. 82,5% penduduk Indonesia sudah menjadi peserta JKN, dimana 59,7% merupakan peserta PBI, , diikuti oleh PPU sebesar 24,8%; lalu PBPU sebesar 13,7%; dan BP sebesar 1,8%.

2. Sebaran peserta JKN tidak merata, yang didominasi oleh 5 Provinsi (56,7% peserta), yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten. Dimana sebanyak 10,9% nya merupakan berstatus nonaktif.

3. Diperlukan kebijakan untuk melakukan reformasi sistemik, termasuk perbaikan data, optimalisasi penggunaan TI, Integrasi data dan sistem serta perbaikan tata kelola.

Sedangkan isu implementasi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan meliputi:

1. Cakupan kepesertaan masih rendah. Pada Agustus 2008 menunjukkan bahwa 99,9% dari total Badan Usaha (BU) adalah UKM tapi sampai Agustus 2020 baru 8,6% UKM ikut dalam program jamsosnaker.

2. Porsi peserta nonaktif besar. Jumlah Peserta nonaktif cenderung meningkat setiap tahun.

3. Cakupan kepesertaan di daerah belum merata dan hanya berpusat di DKI Jakarta, Jawa, dan

Banten.

4. Pembayaran klaim program jamsosnaker mulai mengejar besaran iuran.

5. Aset Dana Jaminan Sosial (DJS) bidang Ketenagakerjaan tidak mengalami peningkatan

signifkan, salah satunya karena pekerja informal yang mendominasi angkatan kerja banyak yang belum menjadi peserta program jamsosnaker.

SJSN bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, sehingga kemungkinan memerlukan manfaat tambahan di luar SJSN. Konsep multipilar dimana manfaat tambahan yang diselenggarakan institusi lainnya diperlukan. Koordinasi Antar Penyelenggara (KAP) diperlukan dalam mengisi kebutuhan tersebut. Arah kebijakan SJSN dengan memperhitungkan transformasi sosial dan ekonomi Indonesia perlu dilakukan dengan membangun ekosistem implementasi program SJSN yang komprehensif dan terpadu untuk keberlanjutan SJSN. Ekosistem komprehensif dan terpadu ini akan meliputi 5 (lima) bidang yaitu regulasi, institusi, operasional, teknis, dan sumber daya, misalnya:

1. Dari sisi cakupan perlindungan, perlu mendorong kepesertaan PBPU/sektor informal yang masih menjadi mayoritas pekerja di Indonesia dan membutuhkan sistem perlindungan sosial.

2. Dibutuhkan keikutsertaan pekerja sektor informal untuk melindungi hari tua mayoritas pekerja di Indonesia.

3. Mempertimbangkan reformasi jaminan sosial secara komprehensif melalui usulan untuk merevisi UU SJSN dan UU BPJS. (Bayu)