Suara Karya

DPD Minta Pandangan Hukum Soal Kewenangan Baru

JAKARTA (Suara Karya): DPD bekerja cepat dalam menjalankan amanat UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) dalam hal pemantauan dan evaluasi atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dan Peraturan Daerah (Perda) seperti yang termaktub dalam UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MD3 Pasal 249 ayat (1) huruf J.

Setelah mengesahkan regulasi Tatib 2018 dan alat kelengkapan DPD, yaitu Panitia Urusan Legislasi Daerah (PULD) akhir Agustus lalu, kini DPD mencari format dalam pelaksanaan kewenangan tersebut dengan mengundang pakar dan akademisi hukum.

Saat membuka acara Executive Brief, Wakil Ketua DPD, Akhmad Muqowam, mengatakan bahwa beberapa langkah sudah dilakukan oleh DPD untuk menjalankan amanat UU MD3 tersebut.

Regulasi yang ada di DPD, berupa tata tertib dan sudah melembagakan fungsi baru tersebut dengan dibentuknya Panitia Urusan Legislasi Daerah (PULD) dan nantinya akan dibentuk aturan pelaksanaannya.

“DPD RI belum punya pengalaman dengan kewenangan baru ini, langkah ini diambil agar DPD tidak salah jalan dalam melaksanakan amanat UU tersebut,” ujar Muqowam, di ruang rapat Pimpinan DPD, Jakarta, Kamis (13/9).

Ketua PULD, Gede Pasek Suardika menambahkan bahwa DPD diperlukan oleh daerah untuk mengharmoniskan legislasi nasional dan daerah. “Oleh karena itu, kami sangat memerlukan masukan, di dalam payung hukum tersebut, dimana posisi DPD yang terbaik,” ujar senator dari Bali tersebut.

Saat memberikan penjelasan, Umbu Rauta, Dosen Fakultas Hukum UKSW, mengatakan bahwa posisi DPD yaitu menjadi sparing partner pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden dalam memantau dan mengevaluasi pembentukan raperda dan perda, demi menjamin kebersisteman peraturan perundang-undangan dalam wadah NKRI.

“Hal ini untuk menghindari agar daerah tidak bingung, harus konsultasi ke DPD atau ke pemerintah, jadi hasil evaluasi hanya satu pintu saja yaitu di pemerintah pusat, yaitu Presiden, melalui mekanisme yang akan ditetapkan kemudian,” ujar Umbu.

Dia juga memberikan rekomendasi agar DPD RI fokus kepada evaluasi Perda. “Karena jika mengawasi dan mengevaluasi raperda juga maka akan terkuras waktu dan energinya,” katanya.

Menurut Umbu, jika pemerintah daerah datang untuk melakukan konsultasi ke DPD RI soal raperda dan perda tidak akan jadi masalah, karena memang sudah keputusan politik.

“Posisi rekomendasi dari lembaga negara yaitu DPD RI, maka pintu masuknya yaitu perwujudan fungsi pengawasan. Rekomendasi ini kuat karena yang melakukan fungsi pengawasan adalah DPD RI,” kata Umbu.

Sementara itu, Maria Farida Indrati (Guru Besar Fakultas Hukum UI) dalam kajiannya mendudukan tugas dan kewenangan baru DPD RI dalam Pasal 249 ayat (1) UU No.2 Tahun 2018 tentang MPR,DPR,DPD, dan DPRD dalam perspektif ketatanegaraan Indonesia secara lebih luas.

Catatan konstruktif dari Maria Farida sangat penting, utamanya agar DPD RI mengetahui secara pasti posisi kewenangan dari amanat UU MD3 tersebut, dan hal ini mendapatkan apresiasi dari Pimpinan Komite,PPUU, dan PULD DPD RI yang juga hadir pada acara tersebut. (Gan)

Related posts