JAKARTA (Suara Karya): Wakil Ketua Komite III DPD RI, Novita Anakota, mengingatkan masyarakat akan pentingnya pemberdayaan manusia lanjut usia (lansia) dalam kehidupan berbangsa. Karena itu, pihaknya saat ini tengah membahas Inventarisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Lansia.
Menurut dia, pemberdayaan lansia tersebut, mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, tepatnya Pasal 42 yang menyebutkan bahwa saat ini membutuhkan peran aktif dari negara untuk menumbuhkan kemampuan berpartisipasi dan peran sosial dari kaum lanjut usia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“Perlu ada perbaikan regulasi untuk meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan lansia. Jadi, perlu perhatian dan perlakuan khusus kepada lansia dalam pelaksanaan pembangunan. Lansia masih bisa diberdayakan dalam membantu pembangunan. Karena itu, perlu regulasi yang menjadi pijakan,” ujar Novita, kepada wartawan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Rabu (14/11/2018).
Demikian yang dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan senantor dari DIY Afnan Hadikusumo dan pakar sosiologi Universitas Indonesia (UI) Dr. Erna Karim.
Hal senada, dikemukakan Erna Karim. Dia mengaku bahwa peran negara sangat besar untuk mengedepankan program pro lansia berkaitan dengan kemiskinan, pengetahuan, ketrampilan, materi, relasi sosial, ketelantaran dan perlindungan.
“Pandangan konsep RUU ini nantinya perlu diperbaiki, memang benar bahwa usia tua sebagai proses alamiah, akan tetapi kaum lansia jangan disingkirkan tapi harus berdaya, mandiri, dan berkontribusi,” ujarnya.
Jika hanya siklus alamiah, kata Erna, maka hanya akan menjadi beban negara. Selain itu, upaya preventif bisa dilakukan dalam proses sosialisasinya melalui agen-agen sosial, melalui media, keluarga dan institusi terkait dan memperbaharui regulasi dari pemerintah.
Semwntara senator asal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Afnan Hadikusumo, mengingatkan bahwa pentingnya regulasi itu karena diperkirakan jumlah penduduk lanjut usia akan bertambah berdasarkan data Badan Pusat Statistik menjadi 48,2 juta jiwa pada tahun 2035.
“Dulu tahun 70-an ada istilah baby booming maka pemerintah pada saat itu menggalakan program keluarga berencana untuk menekan angka pertumbuhan penduduk. Dan hasilnya pada tahun 2035 nanti adalah hasil dari baby booming itu ini yaitu memasuki era penuaan/ ageing population dan ini harus menjadi fokus perhatian pemerintah dalam menetapkan strategi pembangunan ke depan,” ujar Afnan.
Sayangnya, dia menilai, saat ini fokus perhatian pemerintah kepada lansia masih kepada pelayanan kesehatan. Padahal, kata dia, lansia bisa diberdayakan untuk membantu program pembangunan disesuaikan dengan kemampuan dan pengalaman mereka.
“Fokus perhatian dalam UU Kesejahteraan Lansia ini untuk membantu kemiskinan, keterlantaran dan perlindungan,” katanya. (Gan)