Jakarta – PT Garuda Indonesia Tbk berharap pemerintah mau menanggung beban pembelian bahan bakar untuk penerbangan calon haji 2018 yang berangkat dari Bandara Kertajati, Jawa Barat.
Direktur Operasi Garuda Triyanto Moeharsono mengakui landasan pacu Bandara Kertajati seluas 2.500 kilometer (KM) memang belum cukup mumpuni bagi pesawat untuk terbang jarak jauh menuju Arab Saudi.
Makanya, emiten dengan kode GIAA tersebut terpaksa transit dulu di bandara lainnya untuk melanjutkan perjalanan ke Arab Saudi. Manajemen belum dapat memastikan bandara transit, namun kemungkinan besar transit dilakukan di Bandara Soekarno Hatta.
“Beban fuel (bahan bakar) ada sedikit tambahan. Tapi, kami akan mengobrol dengan Kementerian Agama dan pihak PT Bandarudara Internasional Jawa Barat (BIJB),” ungkapnya, Kamis (19/4).
Menurut dia, manajemen akan mengusulkan beban bahan bakar dari Bandara Kertajati ke bandara transit bisa dibagi rata antara pemerintah dan persero. Bahkan, jika memang memungkinkan perusahaan pelat merah ini berharap 100 persen ditanggung pemerintah.
Lebih lanjut Triyanto mengungkapkan total jemaah haji yang akan berangkat menggunakan pesawat Garuda Indonesia tahun ini sebanyak 107 ribu. Angka itu kurang lebih sama seperti tahun lalu.
“Jumlah pesawatnya 14, yang empatnya sewa,” kata Triyanto.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (RI) meminta pemerintah untuk mempertimbangkan rencana menggunakan Bandara Kertajati sebagai salah satu embarkasi haji tahun ini.
Menurut Anggota Ombudsman Alvin Lie, luas landasan pacu di bandara tersebut belum memenuhi syarat keselamatan penerbangan pesawat berbadan lebar, seperti Airbus A330 dan Boeing 777 dengan muatan penuh (penumpang, bagasi, bahan bakar dan logistik) untuk penerbangan jarak jauh menuju Arab Saudi.
Sementara, jika maskapai pesawat harus melakukan transit terlebih dahulu maka akan menambah lama durasi penerbangan. Untuk proses pemuatan logistik dan pergerakan pesawat di Soekarno-Hatta saja diperkirakan membutuhkan waktu sedikitnya 90 hingga 120 menit.