
JAKARTA (Suara Karya): Berkolaborasi dengan Pertamina dan Exxon, Universitas Pertamina (UPER) mempersiapkan lulusan yang sadar pentingnya Energi Baru Terbarukan (EBT).
Hal itu terungkap dalam kuliah umum bertema ‘Innovating Energi Solutions for A Net-Zero Future’ di kampus Universitas Pertamina (UPER) Jakarta, pada akhir pekan lalu.
Kuliah umum menghadirkan tiga narasumber, yaitu Senior Vice President of Research and Technology Innovation Pertamina, Dr Oki Muraza, Dekan Fakultas Teknologi Eksplorasi dan Produksi (FTEP) Universitas Pertamina, Prof Rudy Sayoga Gautama, dan Vice President Low Carbon Solutions Technology, ExxonMobil, Dr Prasanna V Joshi.
Narasumber membahas teknologi penangkap emisi karbon hasil produksi energi atau Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS), yang digadang-gadang menjadi salah satu solusi atas kekhawatiran akan dampak dari pemanasan global, ditengah upaya pemerintah dalam menggenjot produksi migas.
International Energy Agency memperkirakan potensi teknologi CCUS di Indonesia mampu menangkap CO2 sebesar 6 juta ton pada 2035. Pemerintah terus mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rida Mulyana, mengatakan, pada 2023 terjadi peningkatan kapasitas EBT di Indonesia. Ada sekitar 3.700 GW peluang EBT, dibanding tahun 2022 sebesar 3.000 GW.
Karena itu, ditambahkan Oki Muraza, Pertamina saat ini aktif mengembangkan teknologi CCUS dan EBT. Kemutakhiran teknologi CCUS membantu dalam produksi migas sekaligus mengurangi emisi karbon.
“Pertamina berupaya menciptakan teknologi yang meminimalisir penghasil karbon. Selain mengurangi emisi karbon, CCUS digunakan untuk menangkap dan mengubah karbon menjadi energi,” ujar Oki.
UPER secara aktif juga terlibat dalam menekan laju emisi karbon. Seperti dikemukakan Prof Rudy, persiapan mahasiswa mengelola EBT melalui mata kuliah Pembangunan Berkelanjutan. UPER juga memiliki Center of Excellence (CoE) di bidang EBT hingga eskalasi teknologi CCUS.
“Berkolaborasi dengan Pertamina Foundation, UPER juga berperan aktif dalam proyek Blue Carbon dan membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya EBT,” ujar Prof Rudy.
Sementara itu, Dr Prasanna V.l Joshi memaparkan upaya ExxonMobil mengembangkan dua teknologi penangkap emisi karbon yaitu CCUS dan Direct Air Capture (DAC).
CCUS menggunakan teknologi fuel cell stack, yaitu perangkat penghasil listrik melalui proses reaksi elektrokimia dengan kombinasi hidrogen dan oksigen.
“CO2 yang dihasilkan dari industri, listrik, dan udara diproses melalui fuel cell process, lalu hasilnya disimpan pada perangkat tertentu atau diinjeksikan ke bumi. Sedangkan DAC adalah teknologi yang digunakan untuk menghisap CO2 langsung di atmosfer,” kata Prasanna.
Ditambahkan, ExxonMobil juga tengah mengembangkan energi terbarukan biofuel. Energi tersebuy merupakan bahan bakar dari biomassa atau materi yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Pengembangan biofuel bertujuan untuk bahan bakar transportasi yang rendah emisi karbon.
“Riset dan pengembangan berkelanjutan serta kerja sama dengan berbagai stakeholders menjadi kunci dalam mewujudkan teknologi rendah emisi,” kata Prasanna menandaskan. (Tri Wahyuni)