JAKARTA (Suara Karya): Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Trisakti menjalin kerja sama dengan Guillin Tourism University, Tiongkok untuk pengembangan program pascasarjananya. Lewat kerja sama itu, STP Trisakti siap meramaikan pasar pendidikan tinggi di Tiongkok.
“Kerja sama dengan Guillin sebenarnya telah dirintis tahun lalu. Sekarang ini fokus pada program pascasarjana,” kata Ketua STP Trisakti, Fetty Asmaniati usai penandatanganan kerja sama dengan President of Guillin Tourism University, Cheng Daopin, di Jakarta, Jumat (23/11/2018).
Hadir dalam kesempatan itu Ketua Yayasan Trisakti, Bimo Prakoso dan beberapa pejabat di lingkungan Guillin Tourism University,
Fetty menjelaskan, kerja sama dengan Guillin Tourism University selama ini dilakukan dalam bentuk pengembangan bahan ajar serta pertukaran dosen dan mahasiswa. Kerja sama ditekankan pada tiga bidang yaitu food and beverage, pariwisata dan culture heritage.
“Wisata kuliner saat ini sedang naik daun dalam pariwisata dunia. Karena itu, kerja sama difokuskan pada bidang food and beverage, karena masing-masing negara memiliki kekayaan kuliner dan khazanah budaya. Dua hal ini cukup menarik perhatian untuk dipelajari,” tuturnya.
Hal senada disampaikan Bimo Prakoso. Pihaknya menyambut ajakan Guillin Tourism University dalam pengembangan program studi dan riset, karena perguruan tinggi tersebut memiliki kualitas yang mumpuni.
“Guillin Tourism University di Guangxi itu sangat terkenal di Tiongkok. Bukan hanya fasilitas kampusnya yang bagus, tetapi mereka juga punya budaya riset yang kuat. Karena kerja sama ini nantinya diperluas dalam bentuk joint riset,” ujarnya.
Bimo menambahkan, program kerja sama saat ini dalam bentuk program dual degree atau mahasisea lulus dengan 2 ijazah. Mahasiswa belajar di perguruan tinggi asal selama 2 tahun, lalu melanjutkan ke perguruan tinggi asing untuk 2 tahun berikutnya.
“Program dua degree ini cukup menarik minat lulusan SMA baik di Indonesia maupun Tiongkok. Pada 2017 lalu, ada sekitar 10 mahasiswa dari Guillin yang belajar di Indonesia. Kami berharap STP bisa menjadi pilihan mahasiswa asal Tiongkok,” katanya.
Alasannya, lanjut Bimo, STP memiliki program studi yang cukup mumpuni dan terbilang unik. Misalkan, prodi culture heritage yang berhubungan dengan pengelolaan museum dan situs bersejarah. Mengingat Indonesia yang kaya dengan situs dan benda-benda bersejarah.
“Tak banyak perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki prodi culture heritage. Padahal, keahlian itu diperlukan agar situs dan benda-benda bersejarah kita tidak tergerus oleh modernisasi,” ucap Bimo menandaskan. (Tri Wahyuni)