JAKARTA (Suara Karya): Lembaga Sensor Film (LSF) terus mendorong peningkatan literasi tontonan masyarakat melalui Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri.
Salah satu langkah nyata dilakukan lewat kegiatan nonton bareng (nobar) film ‘Pangku’ karya perdana Reza Rahadian sebagai sutradara, di Margo City Mall, Depok, Kamis (13/11/25).
Hadir dalam kesempatan yang sama, Sutradara Reza Rahardian; Produser Film Pangku, Arya Ibrahim;
Ketua Komisi II LSF, Ervan Ismail; dan Ketua Subkomisi Hukum dan Advokasi LSF, Saptari Novia Stri.
Ketua LSF Naswardi menambahkan, kegiatan nobar menjadi bagian dari kampanye besar LSF untuk mengajak masyarakat untuk menonton sesuai klasifikasi usia dan memahami makna sensor sebagai kesadaran, bukan larangan.
“Dulu LSF dikenal sebagai tukang ‘jagal’ film. Tapi hari ini, kami telah bertransformasi menjadi penyeimbang dan jembatan antara layar dan penonton,” ujarnya.
Ia menegaskan, sensor kini bukan lagi soal pemotongan, tapi soal pendidikan literasi tontonan. “Kita ingin masyarakat menjadi sahabat sensor mandiri,” ucapnya.
Ditambahkan, Gerakan Budaya Sensor Mandiri terus digiatkan melalui berbagai kegiatan edukatif, termasuk nobar di kampus, sekolah, dan komunitas.
Tahun ini, LSF menargetkan 30 judul film nasional akan diputar di 30 kota di seluruh Indonesia, sebagai bagian dari kampanye literasi tontonan.
Naswardi memgutip hasil survei nasional yang dilakukan LSF tahun lalu, yang menunjukkan baru 46 persen penonton film di Indonesia memperhatikan klasifikasi usia.
> “Target kami naik menjadi 70–75 persen pada survei berikutnya,” ujar Naswardi. “Salah satunya lewat kegiatan nobar seperti hari ini, di kampus, sekolah, dan komunitas.”
“Kami ingin kesadaran masyarakat tentang klasifikasi usia meningkat dari 46 persen menjadi 75 persen.
Salah satunya lewat kegiatan nobar seperti hari ini, baik di kampus,” tuturnya.
Film Pangku dipilih untuk kegiatan nobar, karena dinilai memiliki nilai kemanusiaan dan pesan sosial yang kuat, sekaligus bisa menjadi sarana refleksi tentang pentingnya memilih tontonan yang bermakna.
Sutradara Reza Rahadian menyambut baik kolaborasi Gambar Gerak, rumah produksi (PH) miliknya dengan LSF. Ia mengapresiasi peran lembaga tersebut yang kini dinilai semakin terbuka terhadap sineas.
“Saya senang sekali LSF hadir dalam bentuk yang lebih humanis. Mereka tak lagi hanya mengawasi, tapi juga mendidik. Sensor mandiri itu penting, agar penonton sadar atas apa yang mereka tonton. Dan untuk siapa film itu dibuat,” kata Reza.
Reza juga menilai, konsep sensor mandiri sejalan dengan semangat perfilman nasional yang ingin membangun penonton yang cerdas dan bertanggung jawab.
“Film bisa jadi ruang refleksi. Tapi penting juga bagi penonton untuk tahu batas usia dan konteksnya. Itu bukan pembatas, tapi panduan agar pengalaman menonton jadi lebih baik,” ujarnya.
Naswardi menambahkan, LSF terus berupaya menjangkau generasi muda agar memahami makna sensor secara positif.
“Budaya sensor mandiri ini akan kita dorong lewat dunia pendidikan. Para guru bisa mulai mengenalkan klasifikasi film kepada siswa. Misalkan, simbol SU untuk Semua Umur; 13+ untuk penonton usia diatas 13 tahun, 17+, hingga 21+,” paparnya.
Melalui kegiatan ini, LSF berharap penonton Indonesia tidak hanya menikmati film, tetapi juga menjadi bagian dari gerakan nasional untuk menonton dengan bijak.
“Mari kita biasakan menonton sesuai usia, memahami isi tontonan, dan menjadikan literasi film sebagai bagian dari budaya kita,” kata Naswardi menandaskan. (Tri Wahyuni)

