Gerakan Seniman Masuk Sekolah Tetap Digelar Tahun Ini

0
Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Hilmar Farid. (Suarakarya.co.id/Tri Wahyuni)

JAKARTA (Suara Karya): Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS) tetap digelar di masa pandemi corona virus disease (covid-19). Gerakan tersebut diikuti sekitar 4.200 siswa di 210 sekolah yang tersebar di 16 kabupaten/kota di Indonesia.

“Dibanding tahun lalu, peserta GSMS kali ini memang minim peserta. Karena hanya 16 kabupaten/kota yang mampu urun biaya (cost sharing) untuk pelaksanaan GSMS,” kata Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Hilmar Farid dalam keterangan pers secara virtual, Rabu (2/9/20).

Hadir dalam kesempatan itu Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan, Kemdikbud Restu Gunawan dan beberapa perwakilan dari dinas pendidikan dan seniman.

Hilmar menjelaskan, GSMS yang saat ini masuk tahun ke-4 tetap dilaksanakan meski di tengah pandemi corona virus disease (covid-19) demi kesinambungan program. Karena itu tidak masalah, jika GSMS tahun ini hanya diikuti sekitar 35 persen peserta, dibanding tahun lalu.

“GSMS harus tetap digelar agar kita bisa belajar bagaimana mengelola kegiatan di era kebiasaan baru ini. Ada masalah dana pula, karena hampir sebagian anggaran pemerintah dan daerah dipergunakan untuk penanganan covid-19,” tuturnya.

Ditambahkan, GSMS menjadi program prioritas karena hingga saat ini sekolah di Indonesia menghadapi kendala dalam menyediakan guru kesenian. Minim sekali guru seni di sekolah yang berlatarbelakang pendidikan di bidang seni.

“Lewat GSMS, kami mengajak seniman untuk memberi pembelajaran seni budaya melalui kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Seniman yang dimaksud di sini adalah orang yang memiliki bakat seni dan berhasil menciptakan dan membuat gelaran karya seni,” ujarnya.

Pembelajaran seni yang diajarkan pada kegiatan ekstrakurikuler di sekolah mulai dari jenjang SD hingga SMA/SMK, antara lain seni pertunjukan, seni rupa, seni sastra, maupun seni media.

“Saya ingin tegaskan sekali lagi, Program GSMS tidak mendorong semua siswa menjadi seniman, tetapi bagaimana para seniman dapat memperkuat karakter siswa lewat pembelajaran seni dan budaya Indonesia di sekolah. Tetapi jika ada anak yang ingin menjadi seniman kan tidak bisa dicegah,” katanya.

Alasannya, sekolah sebagai institusi formal selama ini telah berusaha menjalankan fungsi akademis dengan mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik secara seimbang. Namun, keseimbangan pada aspek lain yaitu sosial dan emosional tetap harus diperhatikan.

“Keseimbangan itu merupakan hak anak sebagai peserta didik yang memiliki beragam kecerdasan, minat dan bakat. Diharapkan mereka mampu mengembangkan kecerdasannya secara komprehensif dan utuh atau holistik,” ucapnya.

Hal itu, menurut Hilmar, sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. GSMS diharapkan juga mampu menginspirasi, memenuhi pendidikan anak seutuhnya guna membangun iklim sekolah yang menyenangkan.

GSMS diselenggarakan melalui Dinas Pendidikan Provinsi/Kab/Kota yang berkomitmen melaksanakan kegiatan yang tetapkan Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan berdasarkan mekanisme sharing dana APBN dan APBD.

Kegiatan GSMS tahun ini bekerjasama dengan 16 Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota yang akan melibatkan 210 orang seniman dari masing-masing daerah yang akan mengajar 4.200 peserta didik di 210 sekolah jenjang SD, SMP, SMA/SMK swasta dan negeri.

Metode pembelajaran GSMS oleh seniman kepada siswa dilakukan secara daring maupun luring (tatap muka). Pembelajaran didampingi oleh asisten seniman yang berasal dari sekolah serta diawasi Dinas Pendidikan Provinsi/Kab/Kota.

Akhir dari proses pembelajaran, Dinas pendidikan Provinsi/Kab/Kota dapat
menyelenggarakan pertunjukan/pameran hasil pembelajaran para siswa dengan seniman. Acara dilakukan dengan tetap mengikuti protokol kesehatan pengendalian covid-19 dan membuat dokumentasi berupa video. (Tri Wahyuni)