Gerus Dana JKN, Pemerintah Harus Perkuat Tangani Diabetes Sejak Dini

0
Ketua Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) Universitas Indonesia, Budi Hidayat dalam diskusi media secara virtual, Jumat (13/11/20). (Suarakarya.co.id/Tri Wahyuni)

JAKARTA (Suara Karya): Pandemi corona virus disease (covid-19) membuat orang kurang bergerak karena harus tinggal di rumah berpotensi meningkatkan angka penderita diabetes. Jika tidak ditangani serius, penyakit tersebut akan menggerus dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

“Jika tidak dilakukan intervensi yang tepat sejak dini, maka biaya pengobatan diabetes akan mencapai Rp199 triliun. Dari jumlah itu, Rp142 triliun diantaranta untuk biaya komplikasi,” kata Ketua Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) Universitas Indonesia, Budi Hidayat dalam diskusi media secara virtual, Jumat (13/11/20).

Diskusi bertajuk ‘The Economic Burden of Diabetes and The Innovative Policy’ itu menampilkan pembicara lain yaitu Deputi Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ari Dwi Aryani, Ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), Ketut Suastika dan Staf Ahli Menteri Kesehatan, Mariya Mubarika.

Budi Hidayat menjelaskan alasan diabetes melitus atau kencing manis harus mendapat perhatian serius dari pemerintah, karena penyakit tersebut menimbulkan kerusakan pada organ tubuh yang vital jantung, hati, pankreas dan ginjal. “Diabetes ini dikenal sebagai penyakit dengan bom waktu, karena merusak organ vital,” tuturnya.

Apalagi di era digital saat ini, lanjut Budi, beragam kegiatan bisa dilakukan tanpa membuat orang bergerak sama sekali. Sehingga potensi terkena diabetes sangat besar. “Sekarang segala urusan bisa diselesaikan secara online, mulai dari pekerjaan, beli makanan, transaksi keuangan hingga belanja kebutuhan harian,” ucapnya.

Padahal, menurut Budi, seseorang harus mengeluarkan keringat sebagai salah satu jalur detoksifikasi alami. Karena minim keringat, organ tubuh harus bekerja ekstra untuk menetralisir beragam racun yang menghujam tubuh setiap harinya.

“Tak heran jika diabetes tipe 2 karena gaya hidup menjangkiti anak muda yang minim gerak. Bahkan mayoritas penderita tak menyadari terkena diabetes tipe 2 selama bertahun-tahun,” ujarnya.

Karena itu, Budi Hidayat menilai, pemerintah harus melakukan intervensi dini dalam penanganan diabetes. Agar jumlah penderitanya tak semakin bertambah, yang akan berdampak pada anggaran program JKN-KIS. Karena 57 persen pasien diabetes tipe 2 memiliki satu atau lebih komplikasi.

“Karena itu, 74 persen pembiayaan diabetes digunakan untuk mengobati komplikasi. Biaya untuk mengobati komplikasi 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan non komplikasi,” katanya.

Budi menyebutkan biaya penanganan diabetes di layanan kesehatan, jika tidak dilakukan intervensi, diperkirakan jumlahnya mencapai Rp199 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak Rp142 triliun untuk pengobatan komplikasi penderita diabetes.

Budi menambahkan, upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan komplikasi dan menekan pembiayaan komplikasi pada diabetes adalah mencegah terjadinya komplikasi. Selanjutnya, lakukan terapi secara optimal.

“Dan yang tak kalah penting adalah pemerintah harus sosialisasikan gaya hidup sehat secara terus menerus di masyarakat untuk pencegahan penyakit diabetes. Semakin sedikit penderita diabetes, biaya kesehatan semakin kecil,” ujarnya. (Tri Wahyuni)