JAKARTA (Suara Karya): Ghent University Global Campus (GUGC) di Korea Selatan mengajak pemerintah Indonesia untuk bergabung dalam ‘Inter-Korean Global Marine Project’ (IKGMP) yang akan dikembangkan mulai 2022.
Ajakan itu disampaikan langsung Presiden GUGC, Taejun Han kepada Duta Besar (Dubes) RI di Seoul, HE Umar Hadi yang didampingi Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk Seoul, Gogot Suharwoto di KBRI Seoul, Jumat (4/6/21).
Dijelaskan, Duta Besar RI di Seoul mendukung penuh perwakilan pemerintah yang akan berpartisipasi dalam proyek tersebut. Karena itu, ia meminta proposal kerja sama yang kongkrit pada ‘project Inter Korean Globar Marine Project’.
“Proyek ini memiliki banyak manfaat bagi kepentingan Indonesia. Misalkan, penelitian dengan sampel rumput laut Indonesia. Proyek tersebut melibatkan peneliti Indonesia dalam risetnya, serta mengijinkan peneliti Indonesia untuk memanfaatkan riset center yang akan dibangun di Korea,” tutur Umar Hadi.
Taejun Han berharap peran pemerintah Indonesia pada proyek IKGMP. “Indonesia diharapkan jadi anggota konsorsium yang diikuti 14 Negara dan 6 lembaga riset di Korea dan lembaga international dalam mendukung proyek tersebut,” ujarnya.
Indonesia juga diharapkan berpartisipasi pada ‘International Symposium Inter-Korean Global Marine Project’ ke-2 yang akan dilaksanakan pada Oktober 2021 di GUGC Incheon, Korea Selatan.
Han menambahkan, Indonesia mampu memberi rekomendasi kepada GUGC tentang lembaga dan peneliti yang kompeten untuk menjadi wakil Indonesia di konsorsium ‘Inter-Korean Global Marine Project’.
Menjawab pernyataan tersebut, Dubes Umar Hadi mendukung perguruan tinggi yang memiliki riset di bidang rumpur laut, maupun Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi, ‘Research and Development Center for Marine and Fisheries Product Processing and Biotechnology’ di Kementerian KKP dan Kepala Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI untuk menjadi perwakilan Indonesia.
GUGC berharap terjalin kolaborasi riset dalam bidang maritim khususnya tentang rumput laut, mengingat kondisi Indonesia. Indonesia merupakan negara pengekspor rumput laut terbesar di dunia tahun 2019 yaitu sebesar 209 ton. Namun, dari segi nilai ekspor sebesar 329,3 juta dolar, berada diurutan ketiga setelah China dan Korea Selatan.
Salah satu penyebabnya rendahnya nilai ekspor Indonesia, lanjut Umar Hadi, karena ekspor rumput laut Indonesia masih berupa bahan baku yang belum diolah dengan teknologi tinggi. Untuk itu, GUGC berharap ada kerja sama dengan dunia industri rumput laut di Indonesia yang dapat mendukung pengolahan rumput laut dengan teknologi tinggi.
Hal senada dikemukakan Atdikbud Gogot Suharwoto. Katanya, latar belakang terbentuknya permintaan kerja sama oleh GUGC, karena Indonesia memiliki 3 hal strategis, antara lain sumber daya alam rumput laut yang besar, pakar dan ahli penelitian rumput laut, serta industri pengolahan produksi rumput laut.
“Selain juga peran politis Indonesia yang strategis juga di Asia,” kata Gogot.
Ke depan, lanjut Gogot, lewat kerja sama itu pemerintah Indonesia berharap teknologi pengolahan rumput laut Indonesia sudah memakai teknologi tinggi yang dikembangkan dalam proyek.
“Selain juga diharapkan makin banyak peneliti Indonesia dapat kesempatan melakukan riset di laboratorium GUGC lewat ‘join research’. Industri rumput laut Indonesia juga memanfaatkan teknologi adopsi dari Korea Selatan,” ujar Gogot.
GUGC tahun ini sedang melakukan persiapan implementasi IKGMP yang terdiri dari ‘Seaweed Peace Belt and Red Gold Project’. Proyek itu meliputi pembangunan pusat riset ‘biotechnology’ di Incheon, Korea Selatan dan Korea Utara, pengembangan ‘aquaculture’ berbasis IoT/AI, pembentukan network peneliti korea utara dan selatan, peningkatan pengusaha bidang maritim, serta pembentukan daerah damai di semenanjung korea.
Kedua adalah pengusulan Ganhwa di Korea Selatan dan Hwanghaedo di Korea Utara sebagai UNESCO ‘World Heritage Sites’.
Proyek IKGMP dinyatakan sebagai proyek penerima dana dari Kementerian ‘Ministry of Unification’, Kementerian Perdagangan, Industri dan Energi, ‘Ministry of Science and ICT’ Korea Selatan dan UNDP dengan rencana total pendanaan sebesar 19,6 juta dolar selama 5 tahun, yaitu dimulai pada 2022 hingga 2026. (Tri Wahyuni)