Suara Karya

Gunakan Logo UI, Tim Prabowo-Sandi Disebut Langgar Peraturan

JAKARTA (Suara Karya): Penggunaan nama dan logo Universitas Indonesia (UI) oleh tim sukses Prabowo-Sandi (PADI) dalam acara deklarasi pada 7 November lalu, dinilai pengamat politik Donny Gahral Adian, telah menodai marwah UI. Kampus seharusnya bebas dari politik praktis.

“Saya prihatin dan menyayangkan nama dan logo UI dimanfaatkan tim Prabowo-Sandi atas nama Alumni UI untuk kepentingan politik. Seharusnya mereka tahu kalau kampus itu tidak boleh berpolitik praktis,” kata Donny di Jakarta, Kamis (8/11/2018).

Menurut dosen di Departemen Filsafat Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UI, jika kampus diberi peluang untuk politik praktis semacam ini, maka hancurlah dunia intelektual di Tanah Air. Karena, kampus itu tempat lahirnya kecerdasan, bukan alat untuk perebutan kekuasaan.

Ia menyayangkan sikap Rektor UI yang lamban dalam menanggapi kasus tersebut. Pihaknya sudah melapor atas dugaan penyalahgunaan nama dan logo UI oleh sejumlah alumni, namun tindakan selanjutnya diserahkan ke Iluni (Ikatan Alumni) UI.

“Ketika masalah ini saya laporkan ke Ketua Umum Iluni UI, mereka menunggu pihak rektorat. Saya gak mengerti, kenapa responnya abu-abu begini,” tuturnya.

Padahal, lanjut Donny, dalam surat edaran yang ditandatangani rektor sebagai penjabaran peraturan pemerintah (PP) 68 tahun 2013 tentang Statuta Perguruan Tinggi, ditegaskan larangan penggunaan nama dan logo UI untuk tujuan politik praktis.

“Dalam surat edaran rektor jelas-jelas disebutkan, logo dan atribut UI tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik praktis. Rektor harusnya berani bersikap karena deklarasi kemarin itu telah melanggar aturan statuta UI,” katanya.

Donny berharap Rektor UI dalam beberapa hari kedepan bisa mengambil sikap atas kasus ini. Jika kondisi itu dibiarkan berlarut-larut, maka muncul celah bagi tim paslon lain, pasangan nomor 1 yaitu pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin untuk berbuat serupa. Kondisi itu bakal menjadi preseden buruk bagi dunia kampus di Tanah Air.

“Pemanfaatan kampus untuk politik praktis akan merembet kemana-mana. Karena UI saja melakukan hal itu. Kalangan akademisi gontok-gontokan mendukung jagoannya. Perpecahan itu tak hanya terjadi dalam kampus, tetapi juga antar kampus,” ujarnya.

Karena itu, lanjut Donny, jika UI tidak berani bersikap maka ia berharap Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) perlu kembali menegaskan kampus tidak berpolitik praktis.

Soal dukung mendukung capres, menurut Donny, merupakan hak individual. Karena itu, saat berpolitik praktis lepaskan atribut dan logo kampus. “Silakan dosen, mahasiswa, alumni UI memberi dukungan kepada pasangan calon siapa pun. Tetapi jangan bawa atribut dan logo kampus,” ucapnya.

Menurut Donny, upaya yang bisa dilakukan kampus dalam pesta demokrasi ini adalah menggelar debat terbuka yang menghadirkan 2 paslon. Dengan demikian, kalangan akademisi bisa mendengar dan menilai visi dan misi yang disampaikan masing-masing paslon.

“Kegiatan semacam itu lebih netral dan intelek bagi kampus, ketimbang acara dukung mendukung. Masyarakat kampus bisa menilai sendiri paslon jagoannya,” kata Donny menandaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts