
JAKARTA (Suara Karya): Sekitar 80 ribu guru Program Pembelajaran Berbasis TIK (PembaTIK) 2021 kini dibekali kemahiran berkomunikasi. Kemahiran itu, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dalam kelas.
“Maksimalkan potensi diri dengan memanfaatkan TIK dalam pembelajaran. Jadilaj garda terdepan dalam memajukan pendidikan di Indonesia,” kata Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah (Paudikdasmen), Jumeri saat menutup pelaksanaan Program PembaTIK 2021 secara daring, Jumat (12/11/21).
Program PembaTIK yang digelar Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) itu berlangsung selama 6 bulan. Program tersebut dibuat guna memenuhi kompetensi TIK (teknologi informasi dan Komunikasi) guru sesuai standar The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco).
Program tersebut juga bertujuan untuk menambah jumlah pengguna portal Rumah Belajar dari kalangan pendidik. Pengguna Rumah Belajar dapat julukan sebagai Sahabat Rumah Belajar.
Ada sekitar 1.000 Sahabat Rumah Belajar yang berhasil menyelesaikan kegiatan pembelajaran TIK pada level 1 hingga 4. Peserta Program PembaTIK diharapkan menjadi penggerak komunitas guru di wilayahnya dalam pemberdayaan TIK.
Penulis sekaligus pegiat literasi, Maman Suherman dalam kesempatan yang sama juga mengimbau kepada peserta Progran PembaTIK untuk berhati-hati dalam bertindak, agar tidak terjadi kesalahan mengajar dan berkomunikasi kepada peserta didik.
“Tidak ada anak yang bodoh. Hanya ada anak yang belum bertemu dengan guru yang baik dengan metode pengajaran yang baik. Guru yang baik adalah guru yang mampu memberi motivasi dan inspirasi,” ujarnya.
Maman Suherman menyebut tiga hal yang perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar. Pertama, talking time. Guru saat mengajar harus mampu berdialog dengan siswanya. Hal itu bertujuan agar siswa benar-benar memperhatikan guru selama mengajar.
Kedua, task analysis. Sebaiknya guru melakukan interaksi dengan siswa mengenai impelementasi yang dilakukan pada materi sebelumnya. Ketiga adalah tracking, di mana para guru tidak mengelompokan para siswa berdasarkan kemampuan kognitifnya, untuk menghindari siswa dari tekanan dan kecemasan dalam ruang belajar.
“Berdialog dengan para siswa lebih diutamakan dalam pembelajaran. Guru yang mampu berdialog akan membangkitkan energi positif, sehingga lingkungan belajar menjadi lebih hidup,” tuturnya.
Di era digital, lanjut Maman, ketepatan dan kecepatan dalam mengakses informasi sangat diperlukan dalam dunia pendidikan. Selain itu, melakukan verifikasi dan konfirmasi informasi juga tidak kalah penting dalam proses belajar mengajar.
“Saya yakin, kemampuan para guru sudah luar biasa. Mereka dapat mengajar dengan memanfaatkan TIK, tapi masalahnya mampukah mewujudkan keamanan digital,” ucap Maman mempertanyakan.
Maman berpesan agar para guru di era digital ini mampu menjaga proses pembelajarannya supaya TIK tidak digunakan untuk hal-hal yang membahayakan keamanan diri maupun siswanya. (Tri Wahyuni)