
JAKARTA (Suara Karya): Kendati belajar materi pemrograman, guru TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) tak boleh menggiring siswa didik menjadi seorang programmer. Karena hal itu hanya akan membatasi daya kembang anak.
“Yang utama adalah melatih daya inovasi anak agar high order thinking (HOT) skill-nya terasah. Jadi anak bisa jadi apa saja,” kata pengamat sekaligus praktisi pendidikan Indra Charismiadji dalam Rakernas Guru TIK se-Indonesia di Jakarta, Sabtu (19/1/2019).
Ditambahkan, siswa di masa depan tak cukup hanya dibekali satu keahlian. Karena, teknologi yang terus berkembang menuntut siapapun memiliki keahlian yang multi-tasking. Jika tidak, maka sejumlah keahlian secara perlahan tapi pasti akan digantikan oleh robot.
“Misalkan penjaga pintu tol, sekarang sudah digantikan oleh mesin. Begitupun pekerjaan teller bank, bisa digantikan oleh mesin. Sudah banyak mesin setor uang tunai,” tuturnya.
Guna merumuskan materi TIK diajarkan sekolah, Indra berharap, guru TIK segera membentuk Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Informatika. Dengan demikian, guru TIK bukan saja banyak dapat masukan dari sekolah lain tetapi juga kesempatan untuk ikut pelatihan yang digelar pemerintah.
“Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan menggelontorkan dana sekitar Rp858 miliar untuk pelatihan bagi para guru yang tergabung dalam MGMP untuk semua mata pelajaran. Kami harap guru TIK bisa ambil bagian dalam program ini,” ujarnya.
Menurut Indra, pelatihan guru TIK sangat penting dan strategis. Karena teknologi informasi berkembang sedemikian cepat. Guru TIK harus mampu beradaptasi dengan meng-upgrade keahliannya lewat pelatihan.
“Kami harap guru TIK sudah tidak ada lagi yang mengajar bagaimana menggunakan komputer atau MS office. Semua anak sudah paham,” kata Indra.
Indra kembali menegaskan, pelajaran TIK bertujuan melatih daya kreatif dan inovasi siswa agar nantinya bisa bekerja pada bidang pekerjaan yang saat ini belum tercipta. Karena dimana depan akan banyak pekerjaan yang diambil alih oleh teknologi.
Untuk itu, lanjut Indra, seorang penemu atau inovator harus memperhatikan 5 unsur dalam pendidikan yaitu penguasaan ilmu sains, teknologi, rekayasa, seni dan matematika. Integrasi dari lima kemampuan itulah yang akan melahirkan para innovator masa depan. (Tri Wahyuni)