Hapus Perundungan Dokter PPDS, Menkes Siapkan Peraturan dan Sanksinya!

0

JAKARTA (Suara Karya): Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengaku geram atas perundungan yang dialami para dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Alih-alih dilatih, para calon dokter spesialis itu malah dijadikan asisten dokter senior untuk urusan personal.

“Praktek perundungan terhadap calon dokter spesialis ini ternyata sudah terjadi sejak lama. Kondisi semacam ini tidak bisa dibiarkan,” kata Menkes kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (20/7/23).

Hadir dalam kesempatan yang sama, Inspektur Jenderal Kemkes, Murti Utami dan Juru bicara Kemkes, Nadia Wiweko.

Guna menghapus kasus perundungan calon dokter spesialis di rumah sakit, Menkes mengeluarkan sejumlah aturan dan kebijakan. Semua itu akan dikuatkan dalam bentuk Instruksi Menteri (Inmen).

“Karena itu, kami minta kepada para calon dokter spesialis yang sedang ikut PPDS di rumah sakit pemerintah untuk berani bicara. Kami buat salurannya. Nama pelapor kami jamin kerahasiaannya,” kata Menkes menegaskan.

Sistem Laporan Perundungan itu bisa diakses secara online melalui website resmi kemkes, dengan alamat perundungan.kemkes.go.id. Laporan yang masuk dalam saluran tersebut akan ditindaklanjuti oleh Itjen Kemkes.

“Kami minta dokter yang melapor mencantumkan nama dan lokasi rumah sakitnya. Jika takut, tetap bisa melaporkan tanpa nama. Tapi anonim akan lebih lama prosesnya,” ucapnya.

Menkes Budi Gunadi menambahkan, pihaknya beberapa waktu lalu melakukan kunjungan kerja ke RS Adam Malik, Medan. Ia banyak mendapat informasi seputar perundungan itu grup WA calon dokter spesialis di rumah sakit tersebut.

“Iklim kerjanya di sana sudah tidak sehat. Para senior beralasan, sikap kasar mereka kepada junior untuk pembentukan karakter dokter agar menjadi lebih tangguh,” tutur Budi Gunadi menyayangkan.

Padahal, karakter dokter bisa dibentuk dengan pendekatan yang sikap memanusiakan. Sehingga dokter tak hanya tangguh, tapi juga memiliki empati dan kepedulian terhadap pasien dan keluarganya.

“Saya juga dengar cerita dari orangtua para calon dokter spesialis yang dapat perundungan. Kesehatan mental anaknya jadi terganggu, karena mengalami stress berat,” ujarnya.

Hasil dari bacaan grup WA dokter, Menkes menyebut hampir sebagian besar calon dokter spesialis itu dijadikan sebagai asisten untuk urusan pribadi. Misalkan, disuruh mencari 200 sendok plastik di malam hari untuk acara perpisahan dokter besok pagi.

“Jika mereka tidak menjawan permintaan itu akan dicaci maki. Padahal, itu bukan tugas seorang calon dokter spesialis,” katanya.

Kelompok lain menjadikan calon dokter spesialis itu sebagai jurus tulis untuk hasil penelitian dokter senior. Pekerjaan menulis itu sangat banyak, sehingga mereka kelelahan secara fisik dan psikis.

“Kelompok ketiga terkait sumbang menyumbang uang. Para junior diminta untuk ikut menyumbang beli makanan, jika para dokter senior tidak selera dengan menu yang disiapkan rumah sakit. Bayangkan jumlah sampai Rp5 juta untuk sekali order,” kata Menkes.

Dari kasus tersebut, Menkes bertekad menghapus perundungan di rumah sakit. Itjen Kemdikbud yang akan menetapkan sanksi bagi para pelaku. Kriteria akan ditetapkan Itjen Kemkes bersama Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia.

“Sanksi ringan berupa teguran tertulis akan diberikan kepada pengajar atau senior yang melakukan perundungan. Sanksi sedang berupa skor selama 3 bulan,” kata Menkes seraya menambahkan sanksi juga diberikan kepada direktur rumah sakit karena membiarkan terjadinya perundungan.

Pelaku dengan sanksi berat akan diturunkan pangkatnya satu tingkat selama 12 bulan. Mereka diminta untuk melepas statusnya sebagai pengajar. “Jika dokter pengajarnya dari Kemdikbudristek, mereka kami minta pindah ke rumah sakit lain,” katanya.

Ditanya jika nama pelapor bocor, sehingga mereka dapat perlakuan yang tidak menyenangkan, Menkes mengatakan, pihaknya akan memberi perlindungan kepada dokter berani tersebut.

“Saya akan buat Instruksi Menteri yang akan memberi perlindungan terhadap para dokter yang berani melaporkan kasusnya,” ucap Menkes menegaskan. (Tri Wahyuni)