Suara Karya

Harga Jual Rendah, Ekspansi Pembangunan Infrastruktur Gas Bumi Terancam Mandek

(suarakarya.co.id/Istimewa)

JAKARTA (Suara Karya): Kebijakan pemerintah, terkait rendahnya penetapan harga gas disinyalir bisa menyurutkan kalangan pengusaha dalam perluasan pemanfaatan gas bumi. Hal ini telah diputuskan Menteri ESDM Arifin Tasrif , yang menyebutkan harga gas industri tertentu dan PLN sebesar 6 dolar AS per MMBTU.

“Jika harga gas diatur sedemikian rendah dan tidak memberi ruang bagi perusahaan niaga untuk mendapatkan keuntungan yang layak, jangan berharap terlalu banyak terhadap optimalisasi gas bumi. Dengan biaya dan risiko yang besar, perusahaan niaga tentu akan membatasi ekspansi pembangunan infrastruktur gas bumi,” kata Pengamat Energi dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro kepada wartawan di Jakarta, Rabu (15/2/2020)

Menurutnya, gas bumi Indonesia memiliki karakteristik dimana sumber gas sebagian besar berada di wilayah Indonesia Timur, sementara konsumsi gas terbesar berada di Indonesia Barat. Dalam situasi inilah infrastruktur menjadi kunci dalam mengoptimalkan sumber daya alam nasional ini untuk kepentingan domestik.

“Besarnya cadangan gas bumi yang saat ini ada di Indonesia tak berarti tanpa dukungan infrastruktur yang memadai. Harusnya pemerintah fokus membangun infrastruktur ini jika tak ingin terbebani impor Bahan Bakar Minyak (BBM) yang semakin besar,” katanya.

Diketahui, pemerintah sendiri telah menetapkan sejumlah target-target kinerja jangka panjang terkait optimalisasi gas bumi. Sebagai contoh dalam rencana Induk Infrastruktur Gas Bumi Indonesia 2016-2030 Kementerian ESDM menargetkan pipa open acces bertambah menjadi 9.992 km atau bertambah 5.695 km dibandingkan tahun 2016.

Kemudian pipa hilir ditargetkan bertambah 1.140,70 km menjadi 6.301 km. Sehingga total panjang pipa gas bumi di Indonesia mencapai 16.364 km dari posisi tahun 2016 sepanjang 9.528,18 km.

Lebih lanjut Komaidi mengatakan,  pemerintah tampaknya akan sulit mewujudkan target ambisiusnya. Apalagi harga gas bumi yang diputuskan pemerintah menjadikan energi ini semakin tidak menarik sebagai instrumen investasi.

Mengandalkan pengembangan infrastruktur gas bumi kepada Perusahaan Gas Negara (PGN) juga berat. Pasalnya kemampuan PGN untuk membangun infrastruktur dalam beberapa tahun terakhir terus menurun. Terbukti net profit margin PGN selama periode 2015-2019 turun rata-rata 40 persen setahun.

“PGN yang didukung pemerintah saja makin kedodoran untuk membangun infrastruktur. Dengan harga gas yang semakin tidak menarik, siapa yang mau bangun infrastruktur gas bumi. Tidak ada pebisnis yang mau rugi, apalagi investor,” kata Komaidi.

Lebih jauh Komaidi mengatakan, dengan kebijakan pemerintah yang seringkali berubah dan politis, ketahanan energi nasional menjadi taruhan. Yang terdekat adalah realisasi target bauran energi  pembangkit listrik yang telah diputuskan, dimana bauran gas bumi ditargetkan mencapai 22,2 persen. Untuk mencapai target itu, lanjut Komaidi, dibutuhkan pembangunan berbagai infrastruktur gas bumi  agar mampu menjangkau wilayah-wilayah baru. (Pramuji)

 

 

Related posts