JAKARTA (Suara Karya): Salah satu isu krusial di tubuh TNI dan Polri selama ini, adalah isu kesejahteraan. Pasalnya, dalam beberapa tahun belakangan, kesejahteraan kedua institusi tersebut, tidak mendapat perhatian memadai dari pemerintah.
Namun pada era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, persoalan kesejahteraan TNI dan Polri mulai direalisasikan melalui kebijakan kenaikan tunjangan bagi Bintara Pembina Desa (Babinsa) di seluruh Indonesia.
Kebijakan tersebut, direalisasikan Juli 2018 lalu, dan kebijakan hunian rumah terjangkau bagi prajurit TNI di bawah 53 tahun. Hal ini, secara normatif adalah tugas pemerintahan biasa yang bertanggung jawab meningkatkan kesejahteraan aparatur sipil negara, termasuk TNI dan Polri.
Ketua Setara Institute, Hendardi mengatakan, isu kesejahteraan adalah paket yang melekat dalam agenda reformasi TNI, sebagai variabel penentu keberhasilan reformasi TNI. Karena itu, katanya, kebijakan tersebut semestinya bertolak dari kerangka pikir reformasi TNI.
“Di tahun politik, kebijakan semacam ini memang rentan dimaknai sebagai agenda politik pragmatis. Tetapi, di luar potensi kritik politisasi, mesti dipastikan tugas pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan sesuai dengan kemampuan uang negara,” ujar Hendardi.
Framing kepentingan Pemilu, kata dia, bisa diabaikan untuk merespons kebijakan populis semacam kenaikan tunjangan ini, dengan cara menggenapi kebijakan tersebut dengan perbaikan kinerja dan akuntabilitas di tubuh TNI. (Gan)