JAKARTA (Suara Karya): Masyarakat diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan dini atas kasus hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya pada anak-anak, dengan menerapkan protokol kesehatan ketat di masa mudik lebaran. Karena kasus tersebut saat ini tengah marak di 12 negara dunia.
Imbauan tersebut disampaikan Ketua Umum PB IDI, dr Moh Adib Khumaidi SpOT dan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) dalam siaran pers, Selasa (3/5/22).
Hal itu merupakan tindaklanjut dari Surat Edaran dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) serta edaran Kementerian Kesehatan melalui Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dengan nomor surat HK.02.02/C/2515/2022 Tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology) pada 27 April 2022.
Hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya itu telah dipublikasikan secara resmi sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh Badan Kesehatan Dunia WHO, karena jumlah laporan kasus terus bertambah. Tercatat lebih dari 170 kasus dilaporkan oleh lebih dari 12 negara.
Ketua Umum PB IDI, dr Moh Adib Khumaidi, SpOT meminta agar seluruh organisasi profesi medis dibawah IDI, seluruh dokter dan tenaga kesehatan yang bertugas di berbagai jenis fasilitas Kesehatan tingkat pertama, mulai dari Puskesmas, Posyandu, Klinik praktek mandiri, serta dokter praktek perorangan untuk mewaspadai setiap gejala hepatitis pada anak dan dewasa.
Hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya itu memiliki gejala antara lain perubahan warna urin yang menjadi gelap, feses (kotoran) berwarna pucat, badan terlihat kuning, gatal, nyeri sendi atau pegal-pegal, demam tinggi, mual, muntah, atau nyeri perut, lesu atau hilang nafsu makan, diare, serta kejang.
Gejala tersebut ditandai dengan Serum Aspartate transaminase (AST)/SGOT atau Alanine transaminase (ALT) / SGPT lebih dari 500 U/L, namun hasil pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan virus hepatitis A, B, C, D dan E
“Pada beberapa kasus ditemukan SARS-Cov-2 dan/atau Adenovirus. Karena itu, pemeriksaan pathogen (biologis maupun kimiawi) perlu dilakukan lebih lanjut,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) juga meminta agar seluruh dokter anak dan residen dokter anak ikut mengawasi jika gejala diatas muncul pada pasiennya.
Kendat demikian, IDAI juga menghimbau kepada masyarakat untuk tetap tenang dan berhati-hati, melakukan pencegahan infeksi dengan sering mencuci tangan, minum air bersih yang matang, makan makanan yang bersih dan matang, membuang tinja dan atau popok sekali pakai pada tempatnya.
Selain itu diminta untuk menggunakan alat makan sendiri-sendiri, memakai masker dan menjaga jarak dan deteksi secara dini jika ditemukan anak-anak dengan gejala seperti kuning, mual/muntah, diare, nyeri perut, penurunan kesadaran/kejang, lesu, demam tinggi untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan terdekat.
Respon klinis dan kesehatan masyarakat telah diterapkan di Inggris Raya dan sejumlah negara dimana kasus itu muncul. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan telah menginstruksikan jajaran dinas kesehatan untuk penyelidikan lebih lanjut dengan memasukkan riwayat pajanan yang lebih rinci, dan tes virologi/ mikrobiologi tambahan.
IDI dan IDAI mendukung penuh upaya pemerintah dan akan segera berkoordinasi dengan para ahli kedokteran terkait untuk penyelidikan menyeluruh atas kasus-kasus yang dicurigai sebagai hepatitis akut yang belum diketahui etiologinya ini.
IDI dan IDAI juga meminta bantuan dan dukungan dari setiap tenaga medis dan tenaga Kesehatan untuk aktif mengedukasi masyarakat setempat untuk segera mengunjungi Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes) terdekat jika ditemukan anak atau anggota keluarga dengan gejala diatas.
Selain juga berkoordinasi dengan dokter spesialis anak terkait sebagai tindak lanjut dan mengawasi dengan ketat penyakit itu dengan melaporkan kepada Dinas Kesehatan setempat. (Tri Wahyuni)