IDI: Penanganan Pandemi Covid-19 Harus Disertai Pemulihan Ekonomi

0

JAKARTA (Suara Karya): Penanganan pandemi corona virus disease (covid-19) di Indonesia saat ini harus disertai upaya pemulihan ekonomi. Karena kelumpuhan ekonomi akan berakhir sama buruknya terhadap kesehatan masyarakat.

“Kita tak bisa lagi mengabaikan faktor ekonomi dalam penanganan covid-19,” kata Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng M Fakih dalam diskusi bertajuk “Satu Tahun Pandemi Covid-19, Antara Keseimbangan Pemutusan Mata Rantai dan Pemulihan Ekonomi, di Jakarta, Rabu (10/3/2021).

Alasannya, Daeng menyebutkan, rusaknya perekonomian justru akan membuat masyarakat mengalami stress berkepanjangan. Hal itu akan berdampak pada penurunan sistem imunitas tubuh, sehingga peluang terjadinya peningkatan kasus infeksi dan kematian semakin tinggi.

“Pengalaman satu tahun menangani pandemi ini, kita jadi banyak belajar bahwa kesehatan dan ekonomi ternyata tidak dapat di pisahkan,” ucap Daeng menegaskan.

Karena itu, menurut Daeng, pemerintah dapat segera membuat sistem yang kebal pandemi. Sehingga mutasi virus corona yang terjadi, tak lagi menjadi ancaman. Dengan demikian, pembangunan kesejaterahan umum dapat terus berjalan.

“Upaya mitigasi dari negara-negara yang berhasil menangani covid-19, terlihat jelas kedisiplinan masyarakat dalam menaati peraturan yang ditetap pemerintah menjadi penentu. Negara yang berhasil menjaga kestabilan dan memutus mata rantai penularan, diantaranya China, HongKong, Taiwan dan Vietnam,” tuturnya.

Karena itu, Daeng menilai, pemerintah harus mengkaji profil covid-19 yang ada saat ini secara benar, agar upaya mitigasi penyebaran covid-19 dapat diterapkan lebih efektif dan efisien.

“Bila berbagai pendekatan ternyata tidak ada perbaikan, perlu segera dipikirkan metode lain sebelum terlalu terlambat. Perlu dibuat sistem perlindungan satu langkah di depan serangan virus (one-step ahead),” ucapnya.

Daeng mengingatkan masyarakat untuk menggunakan masker mulut dan hidung yang mampu mencegah penularan virus lewat transmisi udara (airborne atau aerosol), tak lagi percikan ludah atau droplet. Padahal bukan perkara mudah mengendalikan orang-orang yang asimtomatis untuk tidak pergi kemana-mana.

“Transmisi aerosol tak mesti batuk atau bersin, bernafas normal pun bisa menyebarkan virus. Penularan dapat terjadi tanpa disadari karena data global menunjukkan 1 dari 3 orang bisa bersifat asimptomatik/pre-symptomatik (tidak bergejala, tetapi mempunyai kemampuan menyebarkan virus sama dengan orang terinfeksi yang bergejala).

Sistem ventilasi di gedung-gedung pada umumnya menggunakan AC central, dengan sirkulasi udara yang buruk dan kurang cahaya ultraviolet, maka virus  dapat bertahan hidup hingga 3 jam dalam ruangan. Faktor lain seperti iklim, cuaca, suhu, kelembaban dan sinar matahari juga dapat mempengaruhi penyebarannya.

Daeng menyebut jenis masker yang harus dipakai masyarakat agar terhindar penularan virus yang bersifat aerosol, yaitu masker bedah, N95, KN 94, KF 94. Karena masker jenis itu dapat melindungi hingga 90 persen penularan dan tertular.

“Penggunaan masker yang baik dan benar sangat penting, meski tetap ada risiko tertular hingga 10 persen akibat keluarnya droplet dan microdroplet akibat pemakaian masker dalam jangka waktu  lama,” katanya.

Ditambahkan, penggunaan masker di tempat umum menjadi wajib, mengingat rata-rata laporan menunjukkan 1 dalam 3 orang terinfeksi tidak bergejala. Bahkan dari kumpulan laporan berbagai negara menunjukkan antara 5  hingga 80 persen orang yang dites positif mungkin tidak menunjukkan gejala.

“Hal itu menjadi penyulit dalam upaya pengendalian covid-19, karena tidak mungkin setiap hari semua orang di test,” ujarnya.

Karena itu, Daeng berharap, semua ruangan atau tempat umum mulai dari usaha, perkantoran, sekolah hingga tempat ibadah membuka jendela. Ventilasi terbuka sangat penting untuk menghilangkan viral load di udara yang keluar dari orang -orang yang asimtomatik.

“WHO menganjurkan untuk membuka jendela dalam ruangan yang tertutup.
Jika ruangan tidak bisa membuka jendela harus mengunakan pembersih udara (air purifier) yang dapat menyaring dan membunuh virus hingga 99,9 persen. Jika kondisi seperti itu sudah diterapkan, maka kegiatan sekolah, kantor, tempat usaha dapat kembali aktif,” katanya. (Tri Wahyuni)